Media Asing: Jokowi, Obama Indonesia yang Gagal Penuhi Ekspektasi

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 05 April 2019 | 18:09 WIB
Media Asing: Jokowi, Obama Indonesia yang Gagal Penuhi Ekspektasi
[The Guardian]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Bagi masyarakat sipil Indonesia yang dinamis, penangkapan dan dakwaan berikutnya memicu kekhawatiran bahwa kebebasan demokratis—yang dengan sulit diraih lewat jatuhnya Soeharto—kini berada di bawah ancaman.

Sejumlah besar tokoh oposisi ditangkap, didakwa, dan dalam beberapa kasus dipenjarakan dalam dua tahun terakhir. Akibatnya, muncul kekhawatiran bahwa polisi Indonesia menjadi semakin partisan—tuduhan yang sudah dibantah oleh pemerintah.

Menjelang pemilu, polisi telah melarang sejumlah aksi demonstrasi “ganti presiden” dengan alasan keamanan atau peraturan.

"Saya kira, ada cukup pola perilaku kekinian untuk mengatakan penegakan hukum dipolitisasi, bahkan pada tingkat baru di bawah Jokowi,” kata Liam Gammon, kandidat PhD di Australian National University.

Baca Juga: Video Hoaks Server KPU Menangkan Jokowi Diambil di Rumah Eks Bupati Serang

"Ada sejumlah tren yang mengkhawatirkan dalam cara penegakan hukum terhadap tokoh oposisi terkemuka."

Analis juga merujuk pada langkah pemerintah merevisi Undang-Undang tentang Organisasi Massa, yang diteken Jokowi pada tahun 2017 sebagai dasar larangan bagi Hizbut Tahrir Indonesia. Analis mengkhawatirkan bagaimana revisi UU itu akan digunakan selanjutnya.

Ketika Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia dibentuk oleh spirit yang semakin tidak liberal; semakin kuatnya pengaruh Islam di politik; Jokowi nyatanya memang harus membuat beberapa keputusan sulit.

Ketika negara-negara dari Australia hingga Argentina melegalisasi pernikahan sesama jenis misalnya, pemenuhan hak LGBT menurun tajam di bawah kepemimpinan Jokowi. Asosiasi psikiatris nasional Indonesia mengklasifikasikan homoseksualitas sebagai gangguan mental, bahkan ada sebuah pernyataan Menteri Pertahanan yang menyebut LGBT sebagai ancaman "yang lebih berbahaya daripada perang nuklir".

"Ini semakin buruk," kata Andreas Harsono dari Human Rights Watch. "Jokowi tidak menggunakan modal politiknya untuk membuat demokrasi Indonesia lebih baik, termasuk (dalam hal) kebebasan beragama dan kebebasan sipil.”

Baca Juga: Hotel Mumbai: Memunculkan Kembali Tragedi Mengerikan pada 2008

Harsono mengatakan, Jokowi telah gagal untuk membendung gelombang intoleransi agama yang meningkat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI