Suara.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ikut mengomentari soal permintaan Presiden Jokowi kepada KPU untuk tetap memberikan kesempatan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) menjadi caleg anggota DPD RI di Pemilu 2019. Fahri menganggap apa yang dilakukan pemerintah era Jokowi sebagai bentuk kekonyolan.
Fahri mengatakan dirinya tidak paham soal hubungan Jokowi dengan OSO. Menurutnya banyak pihak juga yang tidak paham dengan urgensi Jokowi sampai melakukan hal tersebut hanya untuk OSO.
"Saya enggak mengerti ya hubungan Pak Jokowi dengan Pak OSO ya, tapi dugaan saya terlalu banyak yang kita enggak alert istilahnya itu, sense of urgency-nya itu enggak hidup," kata Fahri di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/4/2019).
Menurut Fahri, kasus ini sebenarnya cukup ditangani penasihat hukum presiden. Fahri kemudian menyinggung Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra yang pernah mendedikasikan diri sebagai penasihat hukum pribadi Jokowi seharusnya bisa turut andil, namun Fahri tidak melihat itu berfungsi.
Baca Juga: Sadis! Ayah Getok Ibu dan Bayi Sampai Kepala Retak, Otak Pecah
"Harusnya waktu Pak Yusril masuk menjadi penasehat hukum presiden itu difungsikan seharusnya, karena orang jago tentang UU pemilu tata negara, namanya Yusril," ujarnya.
"Tapi ya enggak dipake. Sehingga terjadilah kekonyolan seperti ini," pungkasnya.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada KPU supaya Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD) periode 2019-2024.
Permintaan Jokowi itu disampaikan dalam bentuk surat yang dikirimkan dari Istana Kepresiden dan diteken oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 22 Maret lalu.
Sebelumnya majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan Oesman. PTUN memerintahkan KPU menerbitkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPD baru yang memasukan nama Oesman.
Baca Juga: Gegara Amplop Putih, Akhirnya Luhut Binsar Panjaitan Dilaporkan ke Bawaslu
Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT perseorangan peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 tertanggal 20 September 2018.