Suara.com - Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Luhut dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pemilu terkait pemberian amplop putih kepada Kiai Zubair Muntasor.
Juru Bicara Advokat Cinta Air (ACTA), Hanfi Fajri menduga pemberian amplop tersebut dilakukan Luhut untuk meminta dukungan Kiai Zubair Muntasor.
Selain itu, Hanfi juga menduga Luhut telah mengarahkan Kiai Zubair Muntasor untuk mengajak santri datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada 17 April 2019 dengan menggunakan baju putih, sebagaimana yang kerap digaungkan oleh Capres petahana Joko Widodo.
"Kami menduga ada upaya untuk mencari dukungan pada pemilihan tanggal 17 nanti. Pada saat pertemuan yang disampaikan oleh Pak Luhut Binsar Panjaitan kepada Pak Kiai yaitu adalah untuk tanggal 17 umat dan santri untuk menggunakan baju putih. Kami disini melihat bahwa baju putih itu adalah identik jargon yang disampaikan oleh capres 01," tutur Hanfi di Kantor Bawaslu, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2019).
Baca Juga: KPK Lelang Barang Rampasan Dua Unit Mobil Milik Terpidana Zumi Zola
Hanfi juga menuding Luhut sebagai pejabat negara tidak netral. Pasalnya, tindakan yang dilakukan oleh Luhut menurutnya sebagai bagian dari kampanye.
Padahal, lanjut Hanfi, Luhut sendiri tidak terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai juru kampanye Paslon nomor urut 01 Jokowi - Maruf Amin.
"Kalau tidak terdaftar ya artinya menteri tersebut tidak mempunyai hak untuk melakukan kampanye, karena dia bukan bagian dari tim sukses atau bagian dari pemenangan salah satu paslon," ungkapnya.
Berkenaan dengan itu, Hanfi mengatakan telah membawa sejumlah barang bukti untuk memperkuat laporannya itu.
Adapun, barang bukti yang dibawanya, berupa video Luhut saat memberikan amplop kepada Kiai Zubair Muntasor dan beberapa artikel pemberitaan terkait laporannya itu.
Baca Juga: Bocah ke RS: Dokter, Ayam ini Ketabrak Sepedaku, Ini Rp 2 Ribu buat Obatnya
Atas perbuatannya itu, Hanfi menduga Luhut telah melanggar Pasal 283 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Pasal 574.