Suara.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan hanya Indonesia yang mendeteksi tsunami Palu. Sehingga BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami beberapa saat setelah terjadi gempa Palu, Sulawesi Tengah.
BMKG di Jepang dan Hawaii tidak mendeteksi kemungkinan terjadinya tsunami karena keunikan tsunami Palu sehingga analisis kegempaan mereka tidak mendeteksi kemungkinan tsunami.
"BMKG besar lain yang ada di Jepang dan Hawaii tidak mengeluarkan peringatan dini tsunami. Hanya Indonesia diikuti Australia dan India yang merupakan mitra BMKG Indonesia," kata Dwikorita dalam taklimat media yang diadakan di Jakarta, Jumat (5/4/2019).
BMKG di seluruh dunia menggunakan sistem yang sama, yaitu tsunami dipicu oleh gempa bumi. Gempa di Palu terjadi akibat patahan bumi yang bergeser, tetapi kekuatannya dinilai tidak cukup kuat untuk membangkitkan tsunami.
Baca Juga: Korban Tsunami Selat Sunda Terima Bantuan Tunai Kementerian PUPR
"Lokasi gempa di pantai juga dianalisis tidak cukup kuat membangkitkan tsunami. Ternyata, tsunami Palu terjadi akibat longsor bawah laut dan likuifaksi," tuturnya.
Dwikorita mengatakan tsunami Palu merupakan tsunami jarak dekat dan menerjang dalam waktu yang relatif singkat sehingga menelan banyak korban.
"Seluruh dunia, termasuk Indonesia, belum memiliki kesiapan teknologi untuk menganalisis tsunami seperti itu. Tsunami Palu merupakan peristiwa langka bagi seluruh dunia," katanya.
Menurut survei yang dilakukan BMKG di Palu, tsunami di Palu dan sekitarnya terjadi hanya dua menit setelah gempa. Yang pertama mengalami tsunami adalah Kabupaten Donggala yang berada dekat dengan pusat longsor bawah laut.
"Seandainya BMKG Jepang saat itu mengeluarkan peringatan dini tsunami, prosesnya paling cepat tiga menit setelah gempa. BMKG memproses peringatan dini tiga menit hingga lima menit setelah gempa," jelasnya.
Baca Juga: Kelewatan! Baterai Early Warning Sistem Tsunami di Tanjungmutiara Dicuri
Dwikorita mengatakan perkiraan dan peringatan dini tsunami saat ini dilakukan menggunakan superkomputer dan kecerdasan buatan yang kemudian diverifikasi kembali oleh manusia.