Suara.com - Diskusi panas terjadi antara Budiman Sudjatmiko dan Faldo Maldini di program Mata Najwa: 'Debat Usai Debat', Rabu (3/4/2019), saat membahas people power, yang dijadikan Amien Rais sebagai ancaman belum lama ini.
Budiman sempat menyebutkan pengalamannya dalam kerusuhan lebih dari 20 tahun silam, di acara yang dipandu oleh Najwa Shihab itu.
Awalnya, Faldo menyebutkan bahwa people power memiliki status yang sah dalam pemerintahan demokrasi dan hanya dilarang oleh pemerintah yang otoriter.
"People power itu sah dalam demokrasi. Itu dijaga sama konstitusi. Kalau orang otoriter, penginnya itu enggak ada people yang punya power," ujar Faldo. "Yang kedua, apa yang disampaikan Pak Amien adalah revolusi tanpa darah."
Baca Juga: Lelaki Telanjang Panjat Baliho Muhaimin Iskandar, Cuma Pakai Celana Dalam
Saat Faldo mengatakan hal itu, terdengar sahutan Budiman. Namun Faldo melanjutkan, "Jadi itu adalh sebuah instrumen perubahan sosial. Bang Budiman waktu itu dipenjara. Kalau enggak ada people power, enggak keluar, 2009 keluarnya. Itu kalau udah berkuasa kayak gini."
Budiman lantas memberikan jawaban, dengan menyatakan bahwa Amien Rais yang dulu berbeda dari yang sekarang.
"Amien Rais 2019 bukan Amien Rais 1998. Amien Rais 2019, Amien Rais yang ingin survive dalam politik at all costs," kata aktivis yang dulu dianggap sebagai dalang gerakan menentang Orde Baru di Peristiwa 27 Juli 1996 ini.
Selain itu, Budiman, yang dulu divonis 13 tahun penjara, juga menyebutkan bahwa people power bukan sekadar masalah istilah bahasa, seperti yang disampaikan Faldo. Menurutnya, people power tak perlu dilakukan di Indonesia saat ini.
"Dia punya konotasi politik. Ingat, people power di Filipina atau di Indonesia 1998 itu menghadapai rezim otoriter, menghadapi rezim otoriter. (Sedangkan, -red) Kita sudah disediakan ruang-ruangannya," terang Budiman.
Baca Juga: Misteri Amplop Luhut Untuk Kiai, BPN: Ada Indikasi Money Politics
"Artinya apa? Kalau ada yang mengatakan people power dengan cara, itu adalah bentuk subversi dan makar terhadap demokrasi, Anda akan membuat kita dalam perpecahan, akan membuat konflik horizontal. Anda siap? Kita siap!" tegas Budiman.
Sahut-sahutan suara antara Faldo dan Budiman pun terjadi dan sulit dihentikan, hingga Najwa kewalahan.
Faldo menilai bahwa pernyataan Budiman mencerminkan sikap otoriter, sementara Budiman bersikeras menekankan bahwa people power tak perlu dilakukan, apalagi karena pengalaman pertumpahan darah yang dulu dialami Budiman membuatnya kehilangan banyak teman.
"Buat apa darah lagi? Teman saya banyak yang mati. Enggak perlu saya minta tambah satu lagi teman saya mati. Tidak usah. Jangan bermain-main dengan kata itu. Jangan. Bahaya," seru Budiman.
"Kita punya pengalaman, tapi buat apa?" lanjut Budiman, yang kemudian berhenti berbicara setelah berkali-kali diminta Najwa untuk mendengarkan argumen Faldo terlebih dahulu.
"Kalau kita ngomong begini lebih otoritarian mana? Saya Pancasila, seseorang di atas dasar negara, itu parah juga itu. Jadi gini, saya melihat ada gejala otoritarian yang sangat besar di TKN ini," balas Faldo.
Setelah mendengar pernyataan itu, Najwa memberikan jeda untuk meredakan suasana.
Namun, perdebatan antara Budiman dan Faldo masih berlanjut di Twitter.
"Untuk @FaldoMaldini dan semua amatir yang belum pernah berdarah dan kehilangan teman-temannya yang hilang dan mati untuk demokrasi," cuit @budimandjatmiko, Jumat (5/4/2019).
"Terima kasih nasihatnya, Bang Bud. Saya bantu mention Pak @jokowi yang juga tidak pernah berdarah dan diculik untuk demokrasi. Beliau tentu hanya amatiran yang jualan mabel ketika Abang masuk penjara," respons Faldo.