Julia Kindt, Profesor dan Kepala Departemen Sejarah Klasik – Kuno University of Sydney, dalam artikel berjudul “Guide to the classics: Thucydides’s History of the Peloponnesian War”, 13 Juni 2017, mengatakan sebagai berikut:
“Sebagai komandan tinggi militer Athena, Thucydides membawa proyek penulisan sejarah miliknya ke pusaran akut tentang politik kekuasaan yang rumit di balik peristiwa dalam medan perang.”
Julia Kindt menjelaskan, Thucydides melalui buku itu sebenarnya mengajukan argumentasi utama bahwa Athena dan Sparta sengaja dibangun untuk berkonflik. Semua sektor kehidupan dalam dua polisi itu sebenarnya dipersiapkan untuk bekonflik pula.
Buku Thucydides itu sendiri sebenarnya berintikan pada dua dialog berjudul “Debat Mytilenean” dan “Dialog Melian”.
Baca Juga: Atasi Konvoi Berisik, Polresta Surakarta Lakukan Layanan Keren
Debat Mytilenean bercerita mengenai pengambilan keputusan para petinggi negara dan militer Athena, apakah mereka akan memusnahkan kota Mytilene di ionia Barat (Asia kecil) sebagai balasan atas pemberontakan di sana.
Dua orang militer berdebat mengenai hal tersebut. Cleon—jenderal perang Athena—menganjurkan mengerahkan pasukan untuk membumihanguskan Mytilene. Ia beralasan, invasi itu perlu dilakukan agar menjadi contoh bagi sekutu Athena lain untuk tidak memberontak.
Namun, argumentasi Cleon disanggah oleh Diodotus. Ia mengatakan, invasi itu tak perlu dilakukan. Sebagai alternatif, Athena harus merangkul serta menaruh orang-orangnya pada institusi militer dan pemerintah sipil Mytilene. Dengan begitu, sumber daya alam dan manusia di Mytilene bisa tetap aman dan digunakan untuk kepentingan peperangan Athena.
Sidang Athena lantas menerima argumen Diodotus, yang disebut-sebut sebagai praktik politik hegemoni alias penguasaan secara persuasif kali pertama dalam sejarah politik.
”Dengan demikian, Debat Mytilene dalam buku Thucydides itu hendak menyatakan bahwa Athena melakukan pendekatan lunak ketimbang militer untuk menguasai suatu negeri,” simpul Julia Kindt.
Baca Juga: Kabur dari Lapas saat Salat, Pelarian Pembunuh Gadis Berakhir sama Tentara
Namun, sisi lain Athena yang berbeda justru muncul dalam Dialog Melian. Dalam catatan Thucydides ini, para petinggi Athena ditampilkan dalam wajah pongah, angkuh. Mereka menggelar dialog demokratis mengenai ”Haruskan Melian (koloni Sparta) tetap dibiarkan damai atau tak diperangi dan tidak pula dimintakan upeti?”