Sebagai catatan, Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang masuk 15 besar kekuatan militer terbaik dunia. Indonesia sendiri tepat berada di bawah Jerman, Italia, Mesir, Brasil, dan Iran. Dengan demikian, militer Indonesia terkuat di kawasan Asia Tenggara.
Survei GFP itu menyebut kekuatan militer Indonesia ditopang oleh 800.000 personel tentara, 41 pesawat tempur dan 65 pesawat penyerang.
Pada wilayah daratan, militer Indonesia memunyai 315 tank baja, 1.300 kendaraan lapis baja, 141 artileri, plus 36 peluncur roket.
Angkatan Laut Indonesia juga memunyai 8 kapal fregates, 24 kapal corvette, 5 kapal selam, serta 139 kapal patroli vessel.
Baca Juga: Atasi Konvoi Berisik, Polresta Surakarta Lakukan Layanan Keren
Uniknya, pemeringkatan GFP tersebut tak melulu didasari oleh kekuatan militer. Indeks itu juga menyebut keunggulan Indonesia sehingga masuk peringkat 15 besar dunia karena 55 indikator lain semisal jumlah penduduk yang merupakan tentara cadangan, geografis, fleksibilitas logistik, hingga cadangan sumber daya alam.
Karenanya, kalau merujuk pada survei GFP dalam bidang kemiliteran tersebut, argumentasi Prabowo bahwa aspek yang bisa membuat militer serta pertahanan Indonesia kuat adalah dengan mengguyur dana lebih besar lagi, tak begitu tepat.
Pun kalau memakai perbandingan Indonesia – Singapura yang disajikan Prabowo dalam debat. Dalam sektor belanja militer, Indonesia hanya kalah dari Singapura, tapi negara-negara ASEAN lainnya berada di peringkat bawah.
Kembali merujuk data GFP, dengan dana anggaran belanja militer senilai USD 6,9 miliar atau setara Rp 98 triliun menempatkan Indonesia pada posisi kedua setelah Singapura. Negeri Singa tersebut memunyai anggaran belanja militer USD 9,7 miliar atau setara Rp 135 triliun.
Sementara kalau dihitung secara global, dana anggaran belanja militer Indonesia berada pada urutan ke-30 dari 157 negara yang disurvei GFP.
Baca Juga: Kabur dari Lapas saat Salat, Pelarian Pembunuh Gadis Berakhir sama Tentara
Perangkap Thucydides