Suara.com - Mayoritas rakyat Indonesia belum tahu 3 kartu sakti baru Calon Presiden Jokowi yang selama ini dibanggakan. Itu berdasarkan hasil Survei Indo Barometer.
Mayoritas publik belum mengetahui akan keberadaan tiga kartu sakti yang disampaikan Joko Widodo dalam kampanye Pilpres 2019. Namun masyarakat menyukai program tersebut.
Ketiga program tersebut yaitu, Kartu Sembako Murah (KSM), Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah) dan Kartu Pra Kerja (KPK).
"Program-program tersebut disukai masyarakat namun yang kenal atau tahu masih rendah atau di bawah 40 persen," kata peneliti Indo Barometer Hadi Suprapto Rusli dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Baca Juga: Sindir Kartu Sakti Jokowi di Debat, Prabowo: Enggak Usah Banyak Kartu
Terkait program Kartu Sembako Murah, sebanyak 40,5 persen masyarakat mengetahui atau pernah mendengarnya dan yang tidak mengetahui program tersebut sebesar 59,5 persen. Dari mereka yang tahu atau pernah mendengar, menurut dia, mayoritas masyarakat setuju sebesar 89,9 persen dan yang tidak setuju sebesar 4,9 persen.
Dia mengatakan ada dua alasan teratas alasan masyarakat menyukai program sembako murah, yaitu pertama membantu perekonomian rakyat sebesar 60,6 persen, kedua meringankan beban masyarakat sebesar 14,6 persen.
"Adapun dua alasan teratas masyarakat tidak setuju dengan program tersebut sebab masyarakat menilai pembagian sembako tidak merata sebesar 45,8 persen dan menganggap programnya tidak bermanfaat sebesar 16,7 persen," katanya.
Untuk Kartu Indonesia Pintar (KIP Kuliah) menurut dia, sebanyak 27 persen masyarakat mengetahui program KIP Kuliah dan 73 persen masyarakat tidak tahu. Dia mengatakan, dari masyarakat yang sudah mengetahui program itu, mayoritas setuju sebesar 85,5 persen dan yang tidak setuju sebesar 6,8 persen.
"Program KIP Kuliah dinilai bermanfaat 33,9 persen dan membantu masyarakat agar dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi sebesar 24,2 persen," ujarnya.
Baca Juga: Soal Kartu Sakti Jokowi, Mardani Ali Sera: Kartu Prakerja Bullshit
Sementara itu menurut Hadi, alasan masyarakat tidak setuju karena pembagiannya tidak merata atau tidak tepat sasaran sebesar 22,7 persen dan ada juga yang mengatakan programnya tidak bermanfaat sebesar 13,6 persen.