Israel Berencana Pindahkan 250 Ribu Warganya ke Golan

Bangun Santoso Suara.Com
Selasa, 02 April 2019 | 11:05 WIB
Israel Berencana Pindahkan 250 Ribu Warganya ke Golan
Suasana Kota Yerusalem di malam hari. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah Israel berencana memindahkan sekitar 250.000 warga Israel di Dataran Tinggi Golan, Suriah, selama 30 tahun ke depan.

Laporan itu dikeluarkan Otoritas Penyiaran Israel (IBA) pada Senin, satu pekan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani dekrit presiden yang mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai "wilayah Israel".

Menurut IBA, rencana Israel juga mencakup pembangunan dua permukiman baru khusus Yahudi di Golan, ribuan unit permukiman baru, dan proyek transportasi dan pariwisata di wilayah tersebut, demikian seperti dikutip dari kantor berita Anadolu, Selasa (2/4/2019).

Populasi Dataran Tinggi Golan saat ini berjumlah sekitar 50.000 jiwa, termasuk 22.000 pemukim Israel.

Baca Juga: Kasus Jual Beli Jabatan Kemenag, KPK Periksa Guru Besar UIN Sunan Ampel

Israel sejak lama mendorong Washington untuk mengakui klaimnya atas dataran tinggi tersebut, yang direbutnya dari Suriah selama Perang Arab-Israel 1967.

Tuai Penolakan

Presiden AS Donald Trump mengangkat Proklamasi yang ditandatangani di Dataran Tinggi Golan bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Ruang Penerimaan Diplomatik di Gedung Putih di Washington, DC, Senin (25/3/2019). (Foto: AFP)
Presiden AS Donald Trump mengangkat Proklamasi yang ditandatangani di Dataran Tinggi Golan bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Ruang Penerimaan Diplomatik di Gedung Putih di Washington, DC, Senin (25/3/2019). (Foto: AFP)

Para pemimpin Arab, yang sudah terpecah akibat persaingan di kawasan mereka, pada Minggu, mengutuk keputusan Amerika Serikat untuk mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan dan mengatakan stabilitas Timur Tengah bergantung pada pembentukan negara Palestina.

Para pemimpin Arab, yang bertemu di Tunis, mendapat tekanan agar menolak tindakan Washington, sementara mereka juga masih harus mengatasi perbedaan-perbedaan di kawasannya, termasuk perselisihan Teluk Arab, perbedaan sikap mengenai pengaruh regional Iran, perang di Yaman dan pergolakan di Sudan dan Aljazair.

Kepulangan tiba-tiba Amir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, yang berselisih dengan Arab Saudi dan para sekutu lainnya dari Arab, menegaskan bahwa perbedaan sikap di kawasan tak mudah dikubur. Belum ada keterangan mengapa Amir Qatar itu kembali ke negaranya secara tiba-tiba.

Baca Juga: Heboh Ma'ruf Amin Dihadang Pendukung Prabowo di Madura, Begini Sikap BPN

Raja Salman bin Abdulaziz dari Arab Saudi mengatakan kepada kalangan kerajaan, presiden, dan perdana menteri Arab pada pertemuan tersebut bahwa negaranya "sama sekali menolak" langkah yang memengaruhi kedaulatan Suriah atas Dataran Tinggi Golan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI