Suara.com - Dalam debat capres keempat yang digelar Sabtu (30/3/2019) malam pekan lalu, Prabowo Subianto mengkritisi pertahanan negara yang disebutnya rapuh. Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ikut angkat bicara terkait isu pertahanan yang diangkat dalam debat tersebut.
AHY mengaku, dari debat keempat itu sebenarnya sangat menaruh harapan besar kepada dua capres untuk membawa program dan visi TNI sebagai pertahanan Republik Indonesia yang kokoh, solid, modern, profesional dan berkelas dunia.
Terutama dalam membangun profesionalisme TNI serta modernisasi alutsista yang dihadapi TNI dengan persolan anggaran APBN.
"Debat kemarin sangat penting bagi kita untuk memahami lebih lanjut arah strategi pembangunan dalam bidang pertahanan," kata AHY di Semarang, Senin (1/3/2019).
Baca Juga: Tak Sengaja Senggolan Saat Berjoget, Sumadi Tewas Dikeroyok 3 Pemuda Mabuk
AHY mengungkap, jika TNI sesuai UU Nomor 34 punya dua tugas pokok, pertama operasi militer perang di mana TNI dipersiapkan setiap saat menghadapi skenario tertentu termasuk berhadapan dengan militer asing.
"Itu jalan terakhir jika sudah habis semua cara dan pendekatan menghadirkan solusi antar bangsa di dunia, termasuk diplomasi tidak efektif," ucapnya.
Tugas kedua, operasi militer selain perang, mencakup tugas konstitusional agar menjamin kedaulatan rakyat dan negaara terjaga dari ancaman jaman baik hari ini maupun masa mendatang.
"Kita tahu invasi asing makin kecil, karena dunia makin demokratis makin transparan dan ingin membangun negerinya masing-masing, jangan sampai karena perang ada side back," ungkap putra sulung SBY itu.
Namun demikian, AHY kembali mengingatkan, jika tugas pokok TNI yang terlahir sebagai pertahanan negara. Menghadapi ancaman, bahkan sampai perang, harus dipersiapkan tidak dalam waktu sesaat.
Baca Juga: Anggota DPRD Sibuk Kampanye, Pembahasan Cawagub DKI Ditunda Usai Pemilu
"Tentara dilahirkan untuk menghadapi skenario kemungkinan terburuk, termasuk perang, if you want have a peace, prepare for war, jika ingin damai bersiaplah untuk berperang," ujar AHY.
Soal modernisasi alutsista, AHY mengajak para pemimpin harus siap dengan realitas bahwa ekonomi negara harus diperbesar untuk menunjang kebutuhan pertahanan.
"Selalu ada perdebatan antara guns versus butter, beli senjata dulu atau beli beras, untuk bisa menghidupi rakyat. Bahwa semua negara ingin memiliki militer yang kuat, hard powernya, untuk bisa disegani atau dihormati oleh negara lainnya jangan sampai dianggap sebelah mata," jelasnya.
"Tapi juga tahu, bahwa setiap negara punya prioritas, nah prioritas negara kita ini tidak terlepas dari kebutuhan kita untuk mengentaskan kemiskinan dan kesejahteraan sosial kita," lanjut AHY.
Jebolan program Kennedy School, Edward S. Mason Fellowship itu memaparkan ide segarnya. Solusinya, bahwa kue pembangunan harus dibagi-bagi.
Menurut dia, jika kuenya kecil, maka alokasi untuk pertahanan pun sama halnya alokasi aspek pendidikan, kesehatan, pelayan publik, infrastruktur, jaminan sosial dan sebagainya juga akan selalu terbatas.
"Yang kita pikirkan bukan proporsinya saja, katanya ada 0,8 persen dari GDP kita untuk pertahanan negara atau lima persen dari APBN, itu angka yang jelas, bagi saya fokusnya memperbesar kuenya, kalau kuenya diperbesar GDP kita makin besar, maka penambahan proporsi tadi juga akan sangat terasa, utamanya juga tidak hanya memodernisasi alutista tapi juga meningkatkan kesejahteraan prajurit dan keluarga yang kita tahu sama-sama perlu diperhatikan," bebernya.
Dia berharap ke depannya dalam debat capres pada sesi kelima sudah mulai menuju arah tersebut. Agar lima tahun atau sepuluh tahun ke depan, Indonesia memiliki TNI yang benar-benar profesional, modern dan memiliki peran penting bagi masyarakat.
"Nah ke depan saya berharap, perdebatannya di sana, gitu yak, kita semua pasti final lah, kita ingin negara kita makin kuat, prajurit kita makin sejahtera, tapi berapa besar yang kita bisa alokasikan sangat tergantung seberapa besar kita bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang mudah-mudahan semakin positif ke depan," harap AHY.
Kontributor : Adam Iyasa