Suara.com - Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto melakukan “serangan” bertubi-tubi kepada Capres nomor undi 1 Jokowi soal pertahanan negara, dalam debat keempat Pilpres 2019 di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3) malam.
Hal itu bermula dari Prabowo yang diberi kesempatan melempar pertanyaan kepada Jokowi. Prabowo lantas mempertanyakan banyaknya pelabuhan dan bandara yang dioperasikan perusahaan asing.
“Ada satu hal yang merisaukan warga negara, yakni keutuhan wilayah, kedaulatan teritorial. Dalam pandangan itu, sedikit negara yang mengizinkan pelabuhan-pelabuhan dan lapangan terbang dioperasikan pihak asing. Bukan kita anti asing, ini menyangkut kedaulatan nasional,” tuturnya.
Prabowo melanjutkan, ”Kalau semua pelabuhan dan bandara dioperasikan perusahaan asing, suatu saat kepentingan nasional tak cocok, bisa ditutup pak saluran napas kita. Bandara dan pelabuhan adalah saluran nafas.”
Baca Juga: Jokowi Ungkap Pasukan TNI saat Ini Tidak Jawasentris, Ini Klaimnya
Ia menegaskan, ”Kami di tentara selalu dilatih menjaga objek vital, pelabuhan, bandara, atau stasiun, persimpangan jalan. Tapi pemerintah bapak terlalu banyak perusahaan asing mengoperasikan hal itu. Bagaimana pak?”
Mendapat pertanyaan itu, Jokowi menilai Prabowo terlampau mengkhawatirkan hal yang sebenarnya juga dilakukan negara-negara lain.
”Karena anggaran kita terbatas, tentu saja kita mengundang investasi. Tapi dalam hal menyangkut kedaulatan, tidak akan kita berikan satu sentimeter pun ke negara lain. Itu investasi yang dilakukan perusahaan, bukan sebuah negara. Negara-negara lain juga melakukan itu, tak ada masalah,” kata Jokowi.
Ketika diberi waktu untuk memberi tanggapan, Prabowo mengatakan, ”Maaf Pak Jokowi, Anda ini sahabat saya. Jadi saya ini membantu bapak. Banyak yang kasih keterangan yang menurut saya tak tepat, menyesatkan.”
Prabowo menegaskan, pengelolaan bandara atau pelabuhan bukan sekadar masalah investasi.
Baca Juga: Jokowi Tanya Mal Pelayanan Publik, Prabowo: Enggak Boleh Ada Korupsi
”Dalam strategi perang, itu masalah strategis, bukan dagang, ekonomi saja. Waktu kita masih miskin, GNP dan GDP terendah di Asia, Bung Karno membuat angkatan perang terkuat di Asia Tenggara, bukan untuk gagah-gagahan, karena kemerdekaan adalah segala-galanya.”