Brenton Tarrant secara brutal memuntahkan banyak peluru di tengah ruangan masjid. Sementara jemaah yang berada di sisi-sisi dalam masjid berupaya menghancurkan jendela karena pintu darurat tak bisa dibuka.
Lima puluh orang dibantai oleh pria bersenjata itu di dua masjid Christchurch selama serangan tersebut, termasuk 42 orang yang tewas di Al Noor.
Alayedy dan yang lainnya mengatakan, jika pintu terbuka lebar seperti biasanya selama salat Jumat, lebih banyak orang mungkin lolos.
Shagaf Khan, Presiden Asosiasi Muslim Canterbury yang mengontrol masjid, mengatakan pintu itu tampak tertutup dan terkunci seperti pintu depan sebuah rumah.
Baca Juga: TKN Tuding Anggota HTI Berlindung di Balik Prabowo Agar Bisa Eksis
Tapi, Shagaf berani bertaruh, ketika teror terjadi, pintu-pintu itu tak terkunci. Ia menduga, jemaah tak bisa membuka pintu karena terburu-buru dan dalam suasana panik.
“Benar tukang listrik mengganti sistem kunci baru pada hari Kamis, sehari sebelum teror. Tapi, sudah dipastikan sistem penguncian pintu itu dibuka saat salat Jumat,” tuturnya.
Dia mengatakan, untuk membuka pintu, seseorang perlu memutar tuas. “Kalau seperti terkunci, itu hanya kebetulan, dan mungkin karena cuaca dingin hari itu, pintu tak bisa terbuka lebar.”
"Kalau ketika salat ada gempa bumi atau kebakaran, mungkin jemaah masih punya waktu dan bisa membuka pintu itu. Tapi ketika itu situasinya berbeda, mencekam,” tambahnya.
Alayedy mengatakan bahwa dalam kepanikan, dia tidak dapat memastikan apakah gagal memutar tuas secara benar.
Baca Juga: Nissan Juke Terbaru Terciduk Uji Jalan, Siap Meluncur?
Sementara Khaled, meski juga berpikir kemungkinan yang sama, ia tetap merasa janggal. “Aku cukup biasa memutar tuas pintu. Aku percaya, pintu itu terkunci secara elektrik.”