Suara.com - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, mengakui uang hasil penerimaan suap yang didapatnya digunakan untuk membiayai kampanye sebagai Caleg Pemilu 2019.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan saat konferensi pers penetapan Bowo sebagai tersangka kasus suap kerjasama pengangkutan bidang pelayanan untuk kebutuhan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia Logistik menggunakan kapal PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Basaria mengatakan, Bowo telah menerima uang suap sebesar Rp 221 juta dan USD 85.130 dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti. Uang itu diterima Bowo melalui perantara staf PT Inarsia, Indung.
Berdasarkan pengakuan Bowo, uang suap itu dikumpulkannya untuk biaya kampanye. Sebab, Bowo kembali maju sebagai caleg dari Dapil Jawa Tengah II.
Baca Juga: Diduga Sudah Tujuh Kali Terima Suap, Ini Kronologi OTT Bowo Sidik
"Mengumpulkan uang dari sejumlah penerimaan-penerimaan terkait jabatan yang dipersiapkan untuk 'serangan fajar' pada Pemllu 2019," kata Basaria di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (23/3/2019).
Dalam operasi tangkap tangan, tim penyidik ternyata menyita uang sebesar Rp 8 miliar dari kantor PT Inersia yang ternyata merupakan uang milik Bowo.
"Uang Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukan dalam 400 ribu amplop pada 84 kardus. Dia (Bowo) mengatakan untuk logistik pencalonan dia sendiri sebagai anggota (DPR)," tutup Basaria.
Sebagai penerima uang suap, Bowo Sidik dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Asty Winasti sebagai pemberi suap melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No 31/1999 yang diubah dalam UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: Manajer Persija Enggan Komentari Gol Kontroversial Patrich Wanggai