Suara.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan agar pemilih yang pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS) bisa memilih calon anggota legislatif (caleg). Pemilih yang akan terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) itu hanya diperkenankan untuk memilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Majelis Hakim Konstitusi melakukan uji materi atau judicial review terhadap Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Dalam pembacaan hasil putusan, MK mengatakan pemilih yang kehilangan hak memilih Caleg hanya pemilih yang pindah ke TPS di luar daerah pemilihannya (dapil).
"Dalam Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu berlaku berbasis skala pindah memilih. Dalam arti, hak memilih yang tidak dapat digunakan adalah hak untuk memilih calon di daerah pemilihan yang ditinggalkan," ujar Hakim Anggota, Aswanto di Gedung MK, Jakarta Pusat (28/3/2019).
Dalam penjabarannya, Aswanto juga menyebutkan jika pemilih pindah TPS ke daerah yang masih merupakan Dapilnya, maka ia masih diperkenankan untuk memilih Caleg dan Capres. Sebab, pemilih tersebut masih memiliki hak untuk memilih di Dapilnya.
Baca Juga: Natalius Pigai Sebut Prabowo Mampu Memimpin Negara dengan Baik
"Apabila pindah memilih masih dalam daerah pemilihan yang sama maka seorang pemilih tetap memiliki hak memilih calon/peserta pemilu dimaksud," kata Aswanto.
Salah satu pemohon, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menerima keputusan MK tersebut. Ia mengakui permohonan yang ia ajukan melanggar konsep Dapil Pemilu yakni representasi Caleg untuk tiap daerah yang diwakili dan pemilihnya dari daerah yang sama.
"Ada pelanggaran konsep Dapil. Konsep Dapil Caleg itu harus representasi daerahnya, begitu juga pemilihnya," pungkas Titi.
Sebelumnya, MK menggelar sidang pembacaan putusan hasil judicial review dengan pemohon diantaranya ketujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Sidang ini juga dipimpin oleh Anwar Usmar. Majelis Hakim Konstitusi pada sidang ini diantaranya adalah Wahduddin Adams, Arief Hidayat, Suhartoyo, Aswanto, Saldi Isra, I Gede Dewa Palgana, Enny Nurbaningsih, dan Manahan MP Sitompul.
Baca Juga: Kena OTT KPK, Posisi Bowo Sidik di Golkar Digantikan Nusron Wahid
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman, Komisioner KPU, Ilham Saputra, perwakilan Kemendagri, perwakilan Kemenkumham, dan anggota DPR RI juga ikut menghadiri pembacaan putusan Majelis Hakim ini.
Berdasar surat permohonan yang tercatat di MK, aturan yang diuji materikan selain waktu perhitungan suara adalah tentang ketentuan pindah memilih dan pencetakan surat suara pemilu, jumlah anggota Bawaslu Daerah, pencetakan surat suara cadangan, dan penggunaan KTP elektronik (e-KTP) untuk memilih.