Diterjang Kemarau dan Banjir, Afghanistan Terancam Krisis Panen

Bangun Santoso Suara.Com
Kamis, 28 Maret 2019 | 15:19 WIB
Diterjang Kemarau dan Banjir, Afghanistan Terancam Krisis Panen
Seorang pedagang jalanan Afghanistan yang menjual jeruk menunggu pelanggan di hari hujan di pinggir jalan di Jalalabad. (Foto: AFP)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Panen musim panas di Afghanistan akan menjadi yang paling kritis dalam bertahun-tahun, terutama gandum --tanaman sereal terbesar negeri itu, saat Afghanistan pulih dari banjir dan kemarau terburuk dalam beberapa dasawarsa.

Salju dan hujan yang cukup selama sebagian musim dingin mengisi kembali kelembaban tanah dan menaikkan harapan bagi panen gandum yang lebih baik, sumber makanan buat keluarga desa yang mengubah gandum hasil panen mereka menjadi roti.

Namun tahun lalu, kemarau membuat ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka dan juga memaksa petani yang tinggal di rumah mereka untuk menjual ternak dan peralatan mereka untuk bertahan hidup, sehingga membuatnya jadi tantangan tahun-ganda.

Banyak petani tak bisa menanam tanaman tahun lalu akibat cuaca sangat panas.

Baca Juga: Tandingi Ajakan Jokowi Berbaju Putih ke TPS, BPN: Kami Kompak Rabu Biru

Jabbar (44), petani dari Provinsi Balkh di Afghanistan Utara, menjual kambing, sapi dan satu unta dengan potongan harga agar ia bisa membeli makanan buat 12 anggota keluarganya, demikian seperti dilansir dari Reuters, Kamis (28/3/2019).

Banjir baru-baru ini merendam sebagian tanahnya yang telah ditanami kacang polong dan gandum.

"Saya memiliki keluarga besar, jadi tanggung-jawab saya lah untuk memberi mereka makan. Jika hujan atau tidak, itu berbahaya buat kami," kata Jabbar. Ia merujuk kepada dua kerusakan akibat kemarau dan banjir.

"Saya berharap saya bisa memperoleh hasil bagus tahun ini," ia menambahkan.

Bencana Banjir

Baca Juga: Mahfud MD ke Wiranto: Tak Ada UU yang Dapat Menjerat Orang yang Ajak Golput

Banjir pada Maret menambah rumit pemulihan. Hujan lebat menewaskan sedikitnya 63 orang dan menghancurkan atau merusak lebih dari 12.000 rumah, mempengaruhi 119.600 orang, kata Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI