Suara.com - Tedja Wiijaya, pengusaha yang lama berkecimpung di bidang pendidikan dan memiliki jaringan sekolah Lentera Kasih, didakwa melakukan tindak pidana terkait kesepakatan kerja sama dengan Yayasan Untag. Di dalamnya mencakup jual beli lahan milik yayasan seluas 3,2 hektare pada 2009.
Kasus ini sudah berjalan 5 bulan lebih. Kasus ini berawal dari kesepakatan jual beli lahan Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) dengan terdakwa Tedja Widjaja, Direktur PT Graha Mahardhika (GM). Kasus itu bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Tedja Widjaja menilai sejauh persidangan berlangsung hingga saat ini, belum terlihat fakta maupun bukti kuat telah terjadi tindak pidana yang dilakukan dirinya.
“Ada kesan kasus ini merupakan kriminalisasi terhadap perkara perdata,” kata Tedja kepada Suara.com.
Baca Juga: Sengketa Lahan Untag, Pembayaran Terdakwa Melebihi Perjanjian
Sengketa hukum lahan Untag bermula dari transaksi jual-beli antara Yayasan Untag yang diwakili Rudyono Darsono dengan Tedja Widjaja selaku Direktur PT Graha Mahardika (GM) atas lahan milik Yayasan Untag seluas 3,2 hektare dengan nilai transaksi Rp 65,6 miliar pada 2009. Dalam transaksi tersebut disepakati empat bentuk pembayaran yang tertuang dalam Akta Perjanjian Kerjasama No.58, tangal 28 Oktober 2009, yang seluruhnya sudah dilunasi oleh PT GM dengan bukti pembayaran yang lengkap.
Pertama, pembayaran uang muka Rp 6,445 miliar. Kemudian pembayaran senilai Rp 15 miliar. Selanjutnya Rp 16,145 miliar dibayar tunai bertahap selama 36 bulan, dan terakhir dibayar dengan pembangunan gedung kampus baru dengan nilai minimal Rp 24 miliar.
Bahkan untuk pembangunan kampus, Tedja Widjaja pada akhirnya harus mengeluarkan uang hingga Rp 31 miliar. Kemudian ada permintaan lagi untuk renovasi gedung lama, penyediaan alat laboratorium sehingga totalnya mencapai Rp 46 miliar. Gedung kampus baru yang dijadikan salah satu mekanisme pembayaran tersebut telah digunakan untuk mahasiswa Untag berkuliah sejak 2012.
Pada Juni 2017, Yayasan Untag melaporkan dugaan tindak pidana oleh Tedja yang ditindaklanjuti oleh polisi dengan melakukan penyidikan. Pada perjalanannya, polisi menyatakan berkas perkara tersebut lengkap dan melimpahkannya ke kejaksaan yang berlanjut ke penuntutan hingga akhirnya naik ke persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sejak awal Oktober 2018 dengan Nomor Perkara 1087/PID.B/2018/PN.JKT.UTR.
Dalam dakwaannya, Penuntut Umum menuduh Tedja belum melakukan pembayaran sebesar Rp 15 miliar yang akan digunakan Untag untuk membeli tanah di lokasi lain sebagai pengganti tanah di Sunter. Dalam Surat Dakwaan, Tedja didakwa telah melakukan tindak pidana Penipuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHP karena melakukan tipu muslihat dengan bujuk rayu dengan cara menjanjikan penerbitan Bank Garansi agar pihak Untag bersedia menandatangani Akta Jual Beli, namun ternyata Bank Garansi yang dijanjikan tersebut tidak pernah terbit. Selain itu, Tedja Widjaja juga didakwa telah melakukan tindak pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP karena menjaminkan 5 sertifikat tanah kepada Bank ICBC dan Bank Artha Graha
Baca Juga: Sengketa Tanah, Tedja Wijaya Hadirkan Eks Ketua Yayasan dan Eks Dosen Untag
Nahot mengatakan, soal dakwaan belum melunasi pembayaran, kliennya memiliki bukti pembayaran melalui transfer bank dan pihak Yayasan Untag sudah mengeluarkan keterangan lunas tertanggal 18 Februari 2015. Sementara mengenai bank garansi, dalam perjanjian jual beli tidak pernah ada ketentuan bahwa Tedja akan memberikan bank garansi.