Suara.com - ADR (17), siswa kelas 11A di SMA Batuan, Pamekasan, Jawa Timur tewas usai dipukul oleh gurunya menggunakan gayung. ADR sempat mendapat perawatan intensif di rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong.
Keluarga ADR pun tak terima anak mereka tewas lantaran mendapatkan tindak kekerasan dari sang guru. Mereka melaporkan hal itu ke Polres Sumenep pada Selasa (19/3/2019).
Pihak sekolah pun angkat bicara atas kasus itu. Mereka memastikan tewasnya ADR bukan akibat pemukulan oleh gurunya. Berikut Suara.com merangkum beberapa fakta mengenai pemukulan yang menimpa ADR hingga merenggut nyawanya.
1. Tertidur di Kelas, Dipukul Pakai Gayung
Baca Juga: KPK Telisik Pemukulan 2 Penyidik KPK Sebagai Upaya Halangi Kerja Tipikor
Pemukulan terhadap ADR menggunakan gayung oleh gurunya berawal dari hukuman yang diberikan oleh guru terhadap ADR.
Pada November 2018, ADR tertidur saat pelajaran agama berlangsung. Tak hanya itu, ADR juga tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Karena kesal, sang guru pun memberikan hukuman dan mengayunkan gayung ke dahi ADR.
2. Ada Pembekuan Darah di Otak
Pengakuan dari keluarga ADR, beberapa saat usai pemukulan terjadi ADR mengeluh sakit kepala dan kejang-kejang hingga pingsan. Ia pun dilarikan ke Puskesmas Lenteng kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Daerah dr. H. Moh Anwar Sumenep, namun karena keterbatasan alat, ADR dirujuk kembali ke RSUD Pamekasan.
“Hasil rontgen kepala di RSUD Pamekasan, ada pembekuan darah di otak belakang, akibat benturan benda keras. Karena itu, korban disarankan untuk dibawa ke RSUD dr. Soetomo Surabaya,” kata pengacara keluarga korban, Hawiyah Karim.
Baca Juga: Kasus Pemukulan Bocah SMP di Tol, Sang kakak Juga Ikut Dicekik
Namun nahas, sebelum sempat dibawa ke Surabaya, ADR meninggal dunia. Keluarga korban pun melaporkan kejadian itu ke Polres Sumenep.
3. Beda Pernyataan Pihak Sekolah
Pernyataan berbeda dikemukakan oleh pihak sekolah. Seperti diberitakan beritajatim.com- jaringan Suara.com, Kepala Sekolah SMA Negeri Batuan Solehudin mengatakan, ADR masih tetap bersekolah seperti biasa usai pemukulan terjadi. ADR baru mengalami sakit dan kejang pada Februari 2019, sekitar 3 bulan usai kejadian berlangsung.
Tak hanya itu, Solehudin juga memastikan oknum guru memukul ADR menggunakan gayung dengan tidak keras. Gayung yang digunakan adalah gayung plasting yang sudah pecah, bukan pecah akibat dipukul ke dahi ADR.
Pembekuan darah di kepala bagian belakang ADR juga dianggap janggal. Pasalnya, sang guru memukul ADR dibagian dahi bukan di kepala bagian belakang.
4. Sekolah dan Keluarga ADR Damai
Solehudin mengakui pihak keluarga ADR bersama dengan perangkat desa telah mendatangi sekolah. Dari hasil pertemuan, kedua pihak yakni sekolah dan keluarga korban sudah menemui kata damai.
“Persoalan ini sudah selesai. Keluarga korban minta maaf kalau ada kabar tidak mengenakkan di luar. Dan mereka berjanji tidak akan melaporkan kasus ini ke kepolisian,” ungkapnya.