Suara.com - Warga Kampung Jengkol, Ibnu (22) mengaku permukimannya kerap menjadi sasaran dari Geng Tiga Serangkai. Bahkan, menurutnya, para pelaku yang masih diperkirakan berusia belia itu getol menyantroni Kampung Jengkol setiap akhir pekan untuk mengajak tawuran ke warga.
"Itu sudah dari dua tahun lalu (serangan Geng Tiga Serangkai). Apalagi dua bulan terakhir setiap hari libur, tanggal merah juga dia datang," ujar Ibnu di Jalan Swadaya III, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (21/3/2019).
Dia pun menyayangkan tidak adanya pengamanan dari kepolisian ketika warga Kampung Jengkol sering diserang anggota geng tersebut. Polisi, kata dia, baru datang ketika tawuran sudah pecah.
"Enggak pernah ada penjagaan (dari kepolisian). Paling baru dateng pas udah rusuh," kata Ibnu.
Baca Juga: Angkie Yudistia, Sosok Anak Muda Inspiratif Pejuang Kaum Disabilitas
Pada tahun 2017, Ibnu menjelaskan anggota Geng Tiga Serangkai hanya berjumlah sedikit dan hanya berasal dari satu kampung yaitu Pedurenan, Cakung Timur. Lalu sampai penyerangan terakhir, Minggu (21/3/2019), Geng Tiga Serangkai terus menambah jumlah anggotanya dari berbagai daerah untuk menyerang Kampung Jengkol.
"Dulu mah anggotanya dikit dari pedurenan doang. Sekarang udah banyak banget. Ditambah mulu soalnya gak pernah berhasil nyerang Kampung Jengkol," jelas Ibnu.
Dalam serangan Geng Tiga Serangkai terakhir, lima orang warga Kampung Jengkol menjadi korban. Beberapa diantaranya tertembak, luka bacok dan bahkan tangannya putus.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan 13 tersangka dari anggota geng 3 Serangkai. Mereka adalah KV (16), MRH (17), SSR (17), LN (18), MFD (24), DMS (19), FZ (21), AWL (20), BBG (21), LTF (20), FJR (18), DN (18), dan AVN (18).
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi menyita sejumlah barang bukti seperti celurit dan cocor bebek yang dipakai para tersangka untuk melakuka aksi pembacokan. Selain itu, polisi menyita 12 ponsel genggam dan sejumlah kendaraan sepeda motor.
Baca Juga: Debut Bersama Timnas Indonesia, Shesar Berharap Sumbang Poin
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan dan atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.