Putar Video Teror Masjid Selandia Baru dalam Kampanye, Erdogan Dicap Zalim

Liberty Jemadu Suara.Com
Selasa, 19 Maret 2019 | 06:50 WIB
Putar Video Teror Masjid Selandia Baru dalam Kampanye, Erdogan Dicap Zalim
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan berpidato di hadapan pendukung Partai AK di Izmir pada 17 Maret 2019. [AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dikritik dan dicap zalim karena telah menayangkan video aksi teroris menyerang dua masjid di Selandia Baru dalam kampanye politik jelang pemilihan umum pada 31 Maret mendatang.

Erdogan, pada Senin (18/3/2019), memutar video yang direkam dan disiarkan sendiri oleh pelaku teror itu dalam setidaknya tiga kampanye di Turki.

Sembari memutar video itu, Erdogan menyebut bahwa kelompok teroris kulit putih - seperti dalam serangan di Selandia Baru - ingin orang-orang Turki diusir dari Eropa.

"Mereka sedang menguji kita dari jarak 16.500 kilometer, dari Selandia Baru. Ini bukan aksi perorangan, tetapi diorganisasi," tuding Erdogan.

"Apa yang sedang diungkapkan oleh video ini? Bahwa kita tak boleh menyeberang ke sebelah barat Bosporus, Eropa. Tetapi dia boleh datang ke Istanbul, membunuh kita semua, mengusir kita dari tanah kita sendiri," kata Erdogan usai memutar video itu.

"Kita sudah menetap di sini selama 1000 tahun dan akan tetap berada di sini sampai kiamat, insyaallah," kata Erdogan, sembari menambahkan, "Kalian tak akan mengubah Istanbul menjadi Konstantinople."

Tak lupa Erdogan menyerang lawan politiknya dari partai CHP, Kemal Kilicdragolu. Erdogan memutar sebuah video, yang di dalamnya Kilicdragolu sedang berbicara tentang "akar terorisme di dunia Islam."

Partai AK pimpinan Erdogan memang akan bertarung dalam pemilu ketika Turki sedang dalam krisis ekonomi, yang ditandai dengan inflasi yang tinggi serta terjadinya krisis konstruksi.

Ironisnya pidato Erdogan itu disampaikan setelah Wakil Presiden Turki, Fuat Oktay, mendesak semua pihak untuk berhentik menggunakan bahasa-bahasa provokatif, setelah terjadinya tragedi Selandia Baru.

"Kita harus mulai menggunakan bahasa yang lain. Seluruh dunia harus stop mempromosikan bahasa-bahasa provoktif," kata Oktay.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI