Suara.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyindir pasangan capres nomor urut 01 Jokowi-Maruf masih menggunakan senjata lama untuk berusaha menarik minat masyarakat, yakni melalui kartu sakti. Menurut Fahri, kartu itu hanya bertujuan untuk kampanye saja, tidak ada upaya untuk menyelesaikan masalah kesejahteraan seperti periode sebeumnya.
Melalui akun Twitter @fahrihamzah, Fahri mengatakan program kartu sudah digaungkan oleh Jokowi sejak Pilpres 2014 lalu. Namun, setelah 4,5 tahun berjalan realisasi kartu yang dibanggakan oleh Jokowi tidaklah terbukti mengatasi masalah, salah satunya Kartu Indonesia Sehat (KIS).
“Nampak sekali mana gagasan yang konservatif mana yang progresif. Kyai Maruf masih pakai senjata lama #KartuTakSakti. Persis dengan apa yang dilakukan Jokowi dalam debat capres 5 tahun lalu. Sandi lebih menekankan pada komitmen target 200 hari selesaikan masalah kesejahteraan,” cuitan Fahri seperti dikutip Suara.com, Senin (18/3/2019).
Fahri mengambil contoh masalah KIS yang didiakui oleh Jokowi sebagai bentuk keberhasilan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. padahal KIS merupakan BPJS yang telah lahir di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jokowi muncul dengan mengemas ulang program SBY kala itu seolah menjadi program baru.
Baca Juga: Iriana Joko Widodo dan Mufidah Kalla Serta Para Istri Menteri Jajal MRT
Namun, setelah Jokowi terpilih menjadi presiden BPJS justru terus-terusan mengalami defisit. Hingga 4,5 tahun kepemimmpinannya Jokowi masih tak mampu menyelesaikan masalah ini. Menurut Fahri, ini bukti bahwa keberadaan kartu yang dicanangkan oleh Jokowi hanyalah sebatas alat kampanye saja, tidak ada upaya untuk menyelesaikannya.
“Karena dari awal pemerintahan program BPJS ini dijadikan alat popularitas. Maka pengelolaannya pun tampak tidak terlalu diperhatikan. Selama 4,5 tahun belakangan ini pengelolaan BPJS amburadul. Tiap tahun defisit, kualitas pelayanan semakin menurun. Jadilah #KartuTakSakti,” ungkap Fahri.
Fahri menilai, solusi untuk mengatasi masalah BPJS dengan menaikkan premi dari Rp 23 ribu menjadi 36 ribu. Namun, itu tak pernah dilakukan oleh Jokowi.
“Menaikkan premi harus lewat Perpres, dan ini wewenang Jokowi. Tapi, selama ini nyatanya Jokowi tidak berkomitmen menyelesaikan ini. Niatnya memang kampanye dari awal. Tidak mau ambil keputusan,” pungkasnya.
Baca Juga: BPN Prabowo Tuding Maruf Amin Nyontek saat Debat dengan Sandiaga