CEK FAKTA: Sandi Sebut Siswa SMK Mendominasi Pengangguran, Benarkah?

Minggu, 17 Maret 2019 | 22:50 WIB
CEK FAKTA: Sandi Sebut Siswa SMK Mendominasi Pengangguran, Benarkah?
Ilustrasi - Peragaan karya inovatif oleh pelajar SMK dalam salah satu acara Gebyar SMK di Padang, Sumatera Barat. [Antara/Iggoy el Fitra]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam salah satu sesi Debat Pilpres 2019 ketiga pada Minggu (17/3/2019), salah satu yang sempat disampaikan cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno, adalah terkait pengangguran. Salah satu yang menarik adalah pernyataan Sandi bahwa merupakan hal ironis karena siswa-siswa SMK mendominasi angka pengangguran di Indonesia. Benarkah begitu?

Klaim yang Diperiksa:

"Sangat ironis (karena) siswa-siswa SMK sekarang mendominasi jumlah pengangguran kita," kata Sandi.

Hasil Penelusuran:

Baca Juga: CEK FAKTA: Angka Pengangguran Era Jokowi Terendah Sejak Reformasi, Serius?

Jika merujuk laman Badan Pusat Statistik (BPS), setidaknya dari rilis tertanggal 5 November 2018 lalu, disebutkan bahwa berdasarkan tingkat pendidikan, angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi dibanding tingkat pendidikan lain, dengan angka sebesar 11,24 persen.

Ini juga dibenarkan antara lain oleh peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), dengan catatan angka yang sedikit lebih lengkap.

"Berdasarkan data Badan Pusat Statisik, tingkat pengangguran dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) paling tinggi dibanding dengan lulusan dari jenjang pendidikan lainnya. Angka pengangguran dari lulusan SMK pada Agustus 2018 mencapai 11,25%. Tingkat pengangguran tersebut lebih tinggi dari Februari 2018 sebesar 8,92%, namun lebih rendah dibanding posisi Agustus 2017 sebesar 11,41," tulis Gurnadi dari FITRA memberikan komentar.

"Pada 2017, TPT lulusan SMK tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ada sebesar 11,41%, (namun) pada 2018 turun menjadi 11,24%. Artinya terjadi penurunan sebesar 0,17%," sambungnya.

Terkait ini pun sebelumnya sudah pernah diakui antara lain oleh Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Dalam salah satu kesempatan pada akhir 2018 lalu misalnya, Hanif mengaku menyesalkan hal tersebut, serta menyebut akan mereview apa yang salah dari program kurikulum yang dijalankan SMK, karena menurutnya seharusnya lulusan SMK sudah mampu memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.

Baca Juga: CEK FAKTA: Sandiaga Klaim Obat Ibu Lis Disetop BPJS Kesehatan, Benarkah?

Kesimpulan:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI