Mustafa datang ke Selandia Baru dengan istrinya, dua putra dan putri pada 2018. Ia ingin memulai hidup baru di negeri yang dikenal damai tersebut.
"Sangat menyedihkan bahwa para pengungsi ini datang jauh-jauh dari Suriah ke Selandia Baru, berpikir bahwa itu adalah tempat yang aman," kata Ali Akil, aktivis Solidaritas Suriah di Selandia Baru.
"Mereka lolos dari kematian dan penyiksaan ISIS di Suriah, untuk datang ke Selandia Baru, dan dibunuh di sini."
Abdulrahman Hashi (60), seorang pengkhotbah di Masjid Dar Al Hijrah Minneapolis Amerika Serikat, mengatakan kepada The Washington Post bahwa keponakannya yang berusia 4 tahun termasuk di antara mereka yang terbunuh.
Baca Juga: Kota Surabaya akan Tambah Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Dia menerima panggilan telepon Jumat pagi dari saudara iparnya Adan Ibrahin Dirie, yang berada di rumah sakit dengan luka tembak.
Adan bersama kelima anaknya Jumatan di masjid tersebut ketika lelaki bersenjata melepaskan tembakan. Empat dari anak-anaknya melarikan diri tanpa cedera, tetapi yang termuda, Abdullahi, terbunuh.
Keluarga itu telah meninggalkan Somalia pada pertengahan 1990-an sebagai pengungsi dan bermukim kembali di Selandia Baru.
"Kamu tidak bisa membayangkan bagaimana perasaanku," katanya. "Dia adalah yang termuda di keluarga," tutur Hashi.
Hashi menuturkan, setiap kesempatan berkhotbah, ia selalu membicarakan mengenai bahaya ekstremisme dan terorisme yang menjangkiti warga Muslim.
Baca Juga: Banderol Nyawa Jaksa Rp 10 Juta, Ini Kisah Pembunuh Bayaran Suruhan Napi
“Aku tahu, banyak orang yang menilai semua orang Muslim seperti itu. Tapi, aku yakin, semua yang ada dalam masjid itu tidak bersalah,” katanya.