Suara.com - KPK telah menetapkan Ketua Umum PPP Romahurmuziy sebagai tersangka kasus suap. Politikus yang akrab disapa Rommy itu diketahui merupakan tim sukses Jokowi - Ma'ruf dan menjabat sebagai anggota Dewan Penasihat di Tim Kampanye Nasional (TKN).
Terkait penangkapan Rommy, Jokowi yakin tidak mengganggu elektabilitasnya sebagai Capres di Pilpres 2019.
"Saya kira konsolidasi kita dengan partai-partai tidak masalah. Tidak mempengaruhi elektabilitas," ujar Jokowi di Hotel Cambridge, Kota Medan, Sumatera Utara, Sabtu (16/3/2019).
Jokowi kemudian mengklaim Koalisi Indonesia Kerja (KIK) sama sekali tidak terganggu meski satu anggota dewan penasihatnya di TKN jadi tersangka dan ditahan KPK.
Baca Juga: Koperasi Indonesia Harus Tumbuh Besar dan Berkembang
"Tetap solid dan semua tetap bekerja. Pekerjaan pekerjaan politik terus dilakukan," kata dia.
Terkait dengan posisi Rommy yang kini menjadi tersangka, Jokowi mengaku sedih dan prihatin. Jokowi menganggap Rommy sebagai kawan lama.
"Apapun, Rommy adalah kawan kita. Sudah lama. Dan ikut dalam Koalisi Indonesia Kerja. Kita sangat sedih dan prihatin," pungkasnya.
Selain Rommy, KPK juga menetapkan Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi (MFQ) dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin sebagai tersangka suap terkait seleksi pengisian jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama (Kemenag).
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang sebesar Rp 156 juta. Uang suap tersebut diterima Rommy dari Muafaq dan Haris untuk memuluskan jabatan mereka sebagai pejabat di kantor wilayah kementerian Agama, Jawa Timur.
Baca Juga: Kutuk Pelaku Teror di Selandia Baru, Wali Kota Depok Ajak Warga Salat Gaib
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Rommy disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b ayat (1) atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Muafaq dan Haris disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Muafaq, KPK mengenakan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.