Suara.com - Karir moncer Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan atau Ketum PPP Romahurmuziy seolah langsung sirna. Pria yang akrab disapa Rommy itu baru saja ditangkap dalam OTT KPK di Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (15/3/2019) pagi kemarin.
Padahal, pria kelahiran Sleman, Yogyakarta itu digadang-gadang memiliki karir politik yang mantap. Apalagi partai yang dipimpinnya masuk dalam jajaran pengusung Capres petahana Joko Widodo atau Jokowi. Selama ini ia juga dikenal dekat dengan orang nomor satu di Indonesia itu.
Usai menjalani serangkaian pemeriksaan di Mapolda Jawa Timur, pada Jumat malam Rommy diterbangkan ke Jakarta dan tiba di gedung komisi antirasuah sekitar pukul 20.00 WIB.
Tiba di gedung KPK, Rommy tampak tertunduk. Hampir seluruh mukanya tertutup, mengenakan topi, kaca mata hitam hingga kain penutup atau masker. Ia digelandang menuju gedung KPK untuk penyelidikan lebih lanjut. Nasibnya akan ditentukan dalam 1x24 jam dan rencananya, KPK akan menggelar koferensi pers pada Sabtu pukul 11.00 WIB hari ini.
Baca Juga: Pelaku Penembakan Masjid di Selandia Baru Miliki Senjata Api Sejak 2017
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, Rommy diamankan karena diduga menerima uang untuk pengaturan jabatan di Kemenag.
"Pokok perkaranya itu kan terkait dengan pengisian jabatan ya pengisian jabatan pimpinan tinggi. Pimpinan tinggi ada beberapa lapis, di bawah pimpinan tinggi bisa di pusat bisa di daerah misalnya kalau di daerah. Kalau di daerah kan ada Kanwil atau jabatan-jabatan yang lain," ujar Febri seperti dilansir Antara, Sabtu (16/3/2019).
KPK juga menyita uang dalam mata uang rupiah pada OTT tersebut.
"Yang disita seratusan juta yang diamankan di lokasi dalam bentuk mata uang rupiah," ungkap Febri.
Korupsi Dana Haji
Baca Juga: Pelaku Penembakan Masjid di Selandia Baru Muncul di Pengadilan
Jauh hari sebelum Romahurmuziy berurusan dengan komisi antirasuah, Ketum PPP sebelumnya yakni Suryadharma Ali juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan kini sudah menjalani vonis hakim.
Romahurmuziy menjadi Ketum PPP kedua yang berurusan dengan KPK.
Suryadharma Ali lebih dulu berurusan dengan KPK. Saat itu, ia menjabat sebagai Menteri Agama (Menag).
Oleh KPK, Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji pada 22 Mei 2014.
Dua tahun setelahnya atau pada pada 11 Januari 2016, Suryadharma Ali divonis hakim dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan serta uang pengganti Rp 1,821 miliar.
Oleh hakim, Suryadharma Ali dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menteri Agama dalam penyelenggaraan haji dengan menyalahgunakan sisa kuota haji.
Mencoba melawan, Suryadharma Ali lalu mengajukan banding. Namun hakim di tingkat banding justru memperberat hukumannya menjadi 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, dan mencabut hak politiknya selama 5 tahun.
Selain itu, Suryadharma Ali juga didakwa menyalahgunakan Dana Operasional Menteri (DOM) hingga Rp 1,8 miliar untuk kepentingan pribadi. Hal itu dianggap tidak sesuai dengan asas dan tujuan penggunaan DOM.
Atas vonis di tingkat banding itu, Suryadharma Ali kemudian mengajukan Peninjauan Kembali atau PK dan masih berproses hingga saat ini.