"Ini masih akan dikonfirmasi kebenarannya. Apakah 52 orang itu semuanya pergi ke Malang atau tidak," katanya.
Sejak kasus ini mencuat, pihaknya inten berkordinasi dengan Polres Batu. Informasi yang beredar, banyak yang tidak benar. Dia mencontohkan ada bahasa kiamat, pedang, foto dan yang lainnya itu tidak benar. Memang ada foto yang terjual tetapi harganya juga masih wajar.
"Masyarakat itu tahunya dari kordinator di Desa Watu Bonang bernama Katimun. Bukan dari Pondok Pesantrennya yang di Malang," ujar Kapolres.
Apa Kata Bupati Ponorogo?
Baca Juga: 99 Hari Disandera di Yaman, Satu Mahasiswa Asal Indonesia Akhirnya Bebas
Sementara itu, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengakui ada warganya yang eksodus ke Kabupaten Malang. Namun ia belum bisa memastikan jumlahnya, karena ada selisih antara data dari perangkat Desa Watu Bonang dengan data yang dirilis Polres Batu, Malang.
Menurut data dari Desa Watu Bonang, warga yang eksodus karena isu kiamat itu tercatat 52 orang. Namun data dari Polres Batu hanya 42 orang.
“Kami belum bisa memastikan apakah yang 10 ini ada di Malang atau tempat lain,” kata Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni, seperti dikutip dari Beritajatim.com, Jumat (15/3/2019).
Terkait fatwa-fatwa nyeleneh yang beredar di masyarakat hingga menyebabkan sejumlah warga Desa Watu Bonang eksodus. Ipong meminta pihak terkait memberikan klarifikasi.
Khususnya adalah Gus Romli selaku pengasuh ponpes di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Ia juga mengakui ada warga yang berangkat ke Malang menjual harta bendanya, sampai memasang foto Gus Romli.
Baca Juga: 4 Ruas Tol Trans Sumatera Ditargetkan Rampung 2019 Ini
Selain itu, ada warga yang mengumpulkan beras 50 kg termasuk menarik anak sekolah karena dirasa sekolah itu tidak penting. Itu semua, menurut Ipong, memang terjadi.