Pengamat : Pola Pikir terhadap Petahana Jangan Hitam dan Putih!

Dythia Novianty Suara.Com
Minggu, 10 Maret 2019 | 08:01 WIB
Pengamat : Pola Pikir terhadap Petahana Jangan Hitam dan Putih!
Jokowi. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan, program Kartu Pra-Kerja Jokowi merupakan gagasan yang konkret. Meskipun nanti perlu dipikirkan soal pendanaannya, namun jangan mencibir program Jokowi itu tanpa memberikan solusi

"Logika jangan semua yang disampaikan petahana itu buruk. Pola pikirnya jangan hitam dan putih. Menurut saya, kalau program kerja ini dianggap enggak realistis, mestinya dijawab dengan program kerja yang menurut (kubu paslon) 02 realistis,” kata Adi Sabtu (9/3/2019) seperti dilansir dari Banten News.co.id.

Pernyataan Adi ini menyikapi kritik dari sejumlah kalangan perihal mustahilnya program ini diterapkan. Politisi PKS Fahri Hamzah misalnya, menyebut Kartu Pra-Kerja ini tidak masuk akal karena menurutnya tidak ada dana untuk untuk membiayai program ini.

Waketum Gerindra Fadli Zon bahkan menyebut Kartu Pra-Kerja ini impian kosong, politis, dan norak.

Baca Juga: PDIP: Tindakan Bodoh Kibarkan Bendera Jokowi-Maruf di Kampanye Prabowo

Adi menyarankan kepada pendukung pasangan Prabowo-Sandi selaku penantang untuk menjawab Kartu Pra-Kerja dengan program serupa yang dianggap lebih masuk akal untuk memfasilitasi kelompok lulusan SMA dan SMK dalam mengakses pekerjaan.

“Bukan hanya mengatakan itu program tidak rasional, enggak ada dananya, kemudian dilaporin ke Bawaslu. Ini kan menurut saya cara-cara yang ingin menyederhanakan sesuatu dengan lapor melapor. Mestinya Ini dilawab dengan program lain yang rasional,” imbuh Adi dikutip dari AntaraNews.

Dia juga mengkritisi cara-cara paslon Prabowo-Sandi memberikan solusi permasalahan, yang hanya terfokus pada 100 hari kerja.

Prabowo Subianto. (Suara.com/Novian)
Prabowo Subianto. (Suara.com/Novian)

Menurut Adi, dalam menjawab program kerja petahana idealnya kubu penantang bisa menyuguhkan gagasan yang lebih brilian dan rasional dalam mempermudah akses pendidikan, mengatasi lonjakan calon-calon tenaga kerja, dan mahalnya harga-harga bahan pokok.

Kendati demikian, Adi sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa pendanaan dari program ini tetap harus dipikirkan secara matang dan terukur.

Baca Juga: 3 Emak-emak Dibekuk Terkait Kasus Kampanye Hitam Jokowi-Maruf di Karawang

“Isu dari mana (uangnya) itu memang perlu dijawab. Apakah akan diambil dari pengetatan dana Badan dan Kementerian, pajak, atau nambah hutang sekalipun itu enggak soal selama itu untuk kebaikan rakyat miskin. Selama itu untuk kebaikan anak-anak muda kita supaya bisa memilki pekerjaan. Jangan sampai sirkulasi keuangan ini hanya berkutat pada kelompok-kelompok menengah tertentu,” jelas Adi.

Selama ini masyarakat juga tidak pernah membayangkan pembangunan infrastruktur yang jor-joran itu ada uangnya, bahkan dananya dari mana enggak jelas, tapi dalam praktiknya infrastruktur jelas.

“Banyak lobang untuk mengeluarkan dana. Misalnya dari pengetatan dana pengeluaran kementerian. Artinya semua kementerian dan departemen itu dipaksa mengencangkan ikat pinggang biar dananya dialokasikan untuk infrastruktur. Itu kan salah satu upaya. Dulu infrastruktur juga dicibir dianggap gak realistis, duitnya gak ada. buktinya ada. Setelah dana-dana BUMN, dana pajak juga diambil,” katanya.

Adi mengatakan cita-cita dari program ini besar agar anak-anak muda tidak jadi pengangguran dan lulusan-lulusan SMA dan SMK punya skill di bidang usaha dan pekerjaan.

“Apa itu salah? Semua diawali dari ide,” tuturnya.

Adi tidak menampik jika program ini akan memiliki insentif elektoral untuk Jokowi, sekaligus mengesankan kubu 02 panik dengan kartu pra kerja ini.

“Tentu (berpengaruh). Karena ini program populis dan visi misi Jokowi dari tiga kartu ini lebih detail. Artinya ketika ditanya bagaimana ibu-ibu bisa mengakses barang mudah, jawabannya ya sederhana dikasih kartu sembako murah, ketika ditanya anak muda bisa kerja, dikasih keterampilan lalu disubsidi,” kata Adi.

Menurut Adi hal itu lebih kongkret ketimbang jawaban kubu Prabowo-Sandi yang selalu bersifat umum dengan jawaban 100 hari kerja.

“Prabowo sebenarnya semangatnya sama ingin membantu rakyat, tapi jawabannya semua akan diselesaikan dalam program 100 hari. Tidak ada basis argumentasi yang detail. Prabowo selalu berlindung di bawah narasi besar, tapi gagasan yang menyentuh bumi enggak ada. Lebih banyak retorika besarnya, tapi gagasan operasionalnya kering,” demikian Adi Prayitno.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI