Suara.com - Pria-pria berpakaian surjan dengan motif lurik tampak berdiri mengelilingi tandu berisi gunungan buah. Di bagian depan gunungan itu terdapat patung ular berkepala tiga.
Tandu yang lain dikelilingi pria-pria berbeskap merah. Di antara mereka berdiri patung Batara kala yang berbadan merah. Taringnya menyeringai dan matanya membelalak begitu lebar. Kedua tangannya terbuka dan memegang senjata tajam seakan siap dihunuskan kepada manusia. Ogoh-ogoh itu diangkat bersama-sama, kemudian di arak bersamaan dengan umbul-umbul dan air suci dalam ritual mendak tirta pada Tawur Agung Kesanga tahun 1941 Saka di Candi Prambanan.
Panitia Suci Nyepi 1941 Saka di Prambanan Ngakan Ngurah Mahendrajaya mengatakan, ogoh-ogoh merupakan simbol butha (raksasa). Bentuknya bisa bermacam-macam sesuai dengan raksasa yang ingin direfleksikan dalam patung tersebut.
“Intinya kan sama. Itu (menggambarkan) hal-hal negatif yang ada pada diri manusia. Dan itu kan harus dihilangkan. Bukan dihilangkan, dikurangi saja,” kata Ngurah di Prambanan, Sleman, Rabu (6/3/2019).
Baca Juga: Hormati Hari Raya Nyepi, Masjid di Bali Tak Azan Pakai Pelantang Suara
Penamaan ogoh-ogoh berasal dari sebuah dalam Bahasa Bali, yakni ogah-ogah yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Benda tersebut menyimbolkan energi negatif sang butha kala. Wujud menyeramkan sang butha nantinya dilebur dengan air dan api. Oleh karena itu, ogoh-ogoh biasanya akan dibakar usai diarak.
Menurut Ngurah, festival ogoh-ogoh pertama diadakan pada 1984. Ketika itu, ada banyak anak muda terlibat dalam geng motor. Pemerintah setempat membuat festival ogoh-ogoh untuk menghindarkan para pemuda dari tawuran.
Versi lain mengatakan, tradisi ogoh-ogoh tercetus berkaitan dengan ditetapkannya Hari Suci Nyepi sebagai hari besar nasional oleh Presiden RI pada 1983. Acara itu ditandai dengan dibuatnya benda mirip patung yang di kemudian hari dikenal dengan nama ogoh-ogoh.
Pembuatan ogoh-ogoh diprakarsai oleh I Made Jayadi. Ogoh-ogoh pertama dibuat dari daun muda pohon enau ditambah dengan topeng seadanya.
Versi lain lagi menyebutkan, ogoh-ogoh sudah dikenal sejak zaman Dalem Balingkang. Ketika itu, ogoh-ogoh dipakai dalam upacara Pitra Yadnya atau upacara untuk menghormati leluhur.
Baca Juga: Neng Ning Nung Nang Meneng Hening Hanung Menang, Nyepi di Tahun Politik
Selain ogoh-ogoh, hal lain yang khas dalam perayaan Nyepi adalah Tari Rejang Dewa. Tarian ini sengaja dibawakan sebagai bagian dari ritual umat Hindu. Tarian ini dipercaya sebagai tarian suci untuk menyambut kehadiran para dewa.