Suara.com - Lembaga Studi HAM dan Demokrasi SETARA Institute menilai penangkapan Robertus Robet sangat sewenang-wenang. Selain itu bertentangan dengan prinsip rule of law.
Penangkapan Robertus Robet melanggar ketentuan perundang-undangan. Direktur Riset SETARA Institute, Halili menilai tindakan polisi tersebut tidak memenuhi syarat materiil dan formil penangkapan sebagaimana ketentuan hukum acara pidana, terutama Pasal 17 dan Pasal 19 Ayat (2) KUHAP. Penangkapan Robertus Robet juga dinilai membungkam kebebasan berpendapat di muka umum.
"Kalau mengikuti secara utuh orasi Robertus Robet pada aksi Kamisan Kamis lalu yang mengusung salah satu agenda utama ‘Tolak Dwi Fungsi TNI’, pesan pokok yang ingin disampaikan bukan sikap memusuhi badan umum (dalam hal ini TNI seperti yang dituduhkan) apalgi menolak eksistensi TNI, seperti potongan video yang diviralkan di jagad maya," kata Halili dalam pernyataan persnya, Kamis (7/3/2019).
Robertus Robet dan aktivis masyarakat sipil lainnya pada aksi tersebut menyampaikan pendapat dengan pesan inti untuk mendorong profesionalisme TNI dan menolak keterlibatan TNI dalam urusan-urusan sipil di luar Pasal 47 UU No. 34/2004 tentang TNI.
Baca Juga: Tolak Penangkapan, Guntur: Lagu yang Dikutip Robertus Populer di Era Orba
SETARA Institute berpandangan potongan video yang viral sama sekali tidak memuat bukti permulaan yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindakan penegakan hukum berupa penangkapan. Lagu seperti yang dinyanyikan oleh Robet di tengah-tengah orasi hanyalah satir publik yang dibuat oleh para aktivis 1998 untuk mengritik dwi fungsi dan kekejaman militer di masa lalu.
"Robet dan aksi massa pada Kamis lalu itu seharusnya dipandang sebagai bentuk kontrol masyarakat sipil untuk mengingatkan kita semua tentang pentingnya mengawal supremasi sipil dalam tata kelola demokrasi sesuai spirit zaman (zeitgeist) dan semangat rakyat (volkgeist) yang diperjuangkan gerakan reformasi 1998," katanya.
SETARA Institute mendesak TNI dan Polri untuk memelihara spirit dan komitmen penegakan supremasi sipil dalam demokrasi, dengan tidak memusuhi dan menumbalkan para aktivis masyarakat sipil yang secara konsisten mengusung aspirasi dan mengawal tegaknya supremasi sipil dalam tata demokrasi Indonesia. SETARA Institute juga mendesak TNI dan Polri untuk menjamin hak, keamanan, dan keselamatan Robet, sebab perkembangan lalu lintas komunikasi di media sosial hari ini telah mengarah pada provokasi-provokosi yang memuat ancaman terhadap integritas fisik dan personal Robertus Robet.
"Elite politik nasional yang sedang berkontes jelang Pemilu dan Pilpres 2019 hendaknya tidak melakukan politisasi atas 'kasus Robet' dan 'Aksi Tolak Dwi Fungsi TNI' pada umumnya, dengan instrumentasi politik identitas dan narasi-narasi yang mengarah pada konservatisasi keagamaan dan etnonasionalisme, untuk kepentingan politik elektoral," tutupnya.
Baca Juga: Aliansi Dosen UNJ: Bebaskan Robertus Robet, Lindungi dari Teror Persekusi