Suara.com - Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Mohamad Guntur Romli mengaku menolak terkait penangkapan terhadap dosen yang juga aktivis Robertus Robet lantaran diduga menghina institusi TNI saat menggelar aksi Kamisan di depan Istana Negara, beberapa waktu lalu.
"Saya menolak penangkapan terhadap Robertus Robet @Republik_Baru, kritik Robert thdp ABRI & Dwi fungsi masa lalu, bukan TNI saat ini," ujar Guntur melalui akun twitternya @GunRomli, Kamis (7/3/2019).
Guntur menilai lirik Mars ABRI yang dinyanyikan Robertus saat aksi Kamisan sangat populer di kalangan aktivis saat mantan Presiden Soeharto masih berkuasa. Menurutnya, lagu tersebut diciptakan sebagai bentuk penolakan aktivis 98 terhadap keberadaan dwi fungsi ABRI.
"Lagu yg dikutip Robertus Robet @Republik_Baru sangat populer menjelang runtuhnya Orde Baru, Robert mengutip lagu sejarah perlawanan thdp dwi fungsi ABRI, dia tdk mengganti kata ABRI dgn TNI," tulis Guntur.
Baca Juga: Telkomsel Tata Ulang Pita Frekuensi 800 MHz dan 900 MHz
Dalam akun twitternya, Guntur juga mengunggah video di youtube dengan judul " Dr. ROBERTUS ROBERT TOLAK TNI".
"Silakan tonton orasi Robertus Robet @Republik_Baru yg bagus ini, pesan orasi dia adlh perlawanan thdp dwi fungsi ABRI, dia memuji reformasi TNI saya setuju dgn orasi dia," tulis Guntur.
Sebelumnya, Robertus Robet ditangkap polisi di kediamannya pada Kamis (7/3/2019) 00.30 WIB. Dia ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian terhadap institusi TNI saat aksi Kamisan di depan Istana 28 Februari 2019 lalu.
Dalam aksi Kamisan ke-576 itu, Robertus Robet dituduh telah menghina TNI melalui video yang belakangan viral. Dalam video itu, Robet diduga menyanyi dengan memelesetkan Mars Angkatan Bersenjata atau Mars ABRI.
Hingga kini Robet masih berada di Mabes Polri untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Baca Juga: INDOFEST 2019 Dibuka Hari Ini, Pecinta Alam Membludak Buru Barang Murah
Robet diduga melanggar Pasal 45 A ayat (2) Jo 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP terkait tindak pidana menyebarkan informasi yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dana tau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau berita bohong (hoaks), dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia