AJI Jakarta Desak Polisi Usut Kekerasan Jurnalis Hingga ke Pengadilan

Senin, 04 Maret 2019 | 08:14 WIB
AJI Jakarta Desak Polisi Usut Kekerasan Jurnalis Hingga ke Pengadilan
AJI Jakarta dan LBH Pers mendesak polisi mengusut tuntas aksi kekerasan terhadap jurnalis. (Suara.com/Erick Tanjung)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Selain itu, ia juga meminta manajemen redaksi dari perusahaan media untuk menyiapkan protokol keamanan untuk jurnalisnya. Bagaimanapun, jajaran redaksi harus aktif melindungi jurnalisnya yang mengalami kekerasan, baik saat melipun maupun saat produk jurnalistik itu telah terbit.

“Jangan biarkan wartawan berjuang sendirian. Harus didampingi untuk melapor dan menuntaskan kasusnya. Jangan berdamai dengan pelaku karena bisa menjadi impunitas,” tegasnya.

Kasus kekerasan terhadap jurnalis yang liputan saat malam munajat 212 tersebut telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya.

Untuk menggalang dukungan, AJI Jakarta dan LBH Pers meluncurkan petisi untuk mendesak aparat kepolisian agar menuntaskan proses hukum terkait kasus kekerasan malam munajat 212. Mengingat, sampai saat ini belum ada satupun kasus kekerasan jurnalis yang berakhir di meja hijau.

Baca Juga: Cerita Pilu Anak-anak di Suriah Korban Kekejaman ISIS

Sementara itu, AJI Jakarta mencatat, aksi kekerasan, intimadasi, dan persekusi jurnalis mulai marak sejak Pilkada DKI Jakarta 2017. Rentetan kekerasan dan persekusi terhadap jurnalis terus terulang. Ada rentetan kasus, seperti yang dialami oleh Jurnalis Metro Tv dan Global Tv saat meliput aksi 112 tahun 2017. Saat itu, mobil Kompas Tv di di usir oleh massa aksi.

Kemudian juga ada aksi persekusi jurnalis Detik.com yang hendak mengambil foto sampah dalam aksi Bela Tauhid II, November 2018 lalu.

Sebelum itu juga terjadi persekusi terhadap jurnalis Kumparan saat membuat liputan tentang imam besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab. Persekusi juga menimpa jurnalis CNNIndonesia.com yang membuat berita kutipan doa dari tokoh politik Amien Rais.

Rentetan kasus-kasus persekusi ini menunjukkan adanya ancaman kekerasan nyata bagi jurnalis saat bekerja. Selain kekerasan fisik langsung, ada juga pola kekerasan baru yaitu persekusi dengan cara doxing atau tracking data pribadi jurnalis, kemudian di-upload di media sosial dengan manambahkan narasi provokatif.

Baca Juga: Dianggap Punah 30 Tahun Lalu, Macan Ini Muncul Kembali

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI