Suara.com - Kebakaran menjadi 'hantu' bencana di Jakarta. Setengah bencana di Jakarta adalah kebakaran. Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD DKI Jakarta mencatat ada 692 kebakaran di Jakarta, dari 1.078 kejadian bencana sepanjang 2018. Kejadian itu terus berulang, namun warga korban kebakaran tetap tinggal dikawasan rawan kebakaran.
Bangunan-bangunan rumah mulai didirikan kembali 6 pekan pascakebakaran yang melanda pemukiman padat penduduk di Jalan Tomang Utara, Jakarta Barat. Bangunan rumah tersebut tampaknya lebih kokoh. Sudah dibangun dengan bata dan semen, bukan kayu seperti saat si jago merah melalap pada Senin (21/1/2019) dini hari.
Adar, warga setempat sudah sepekan merenovasi rumahnya yang hangus. Kakek 70 tahun itu tampak masih kuat dan energik. Demi merenovasi rumahnya, Adar sampai memboyong tukang bangunan dari Garut, Jawa Barat, kampung halamannya. Maklum, mencari tukang bangunan di Jakarta sulit, harus bisa dipecaya.
Enam pekan lalu, rumah Adar berlantai 3 dengan luas 28 meter persegi hangus dilalap si jago merah. Kini dia harus merogoh kocek hingga Rp 300 juta untuk memperbaiki. Biaya tersebut sudah termasuk untuk membayar jasa tukang.
Baca Juga: Nenek 70 Tahun Tewas Dalam Kebakaran Rumah Besar di Depok
Uang yang tidak sedikit jumlahnya itu didapatkan Adar dari tabungan dan bantuan, serta mencari pinjaman sana-sini. Semuanya dilakukan agar rumah yang telah dihuninya sejak 1970 itu bisa dihuni kembali oleh keluarganya.
"Ada bantuan dari pemerintah Rp 2 juta dan 15 sak semen. Sisanya pakai uang pribadi ada dari tabungan, ada juga yang kasih bantuan lain. Gak cukup semua pakai pinjaman dulu ke sanak saudara ," ujar Adar ditemui Suara.com, Jumat (1/3/2019).
Dengan biaya perbaikan mencapai ratusan juta, sebetulnya Adar bisa membeli rumah baru di lokasi yang berbeda. Mengingat lokasi rumahnya itu termasuk kawasan padat penduduk yang tidak menutup kemungkinan akan terjadi peristiwa kebakaran serupa.
Adar pun sadar betul akan adanya risiko kebakaran terulang lantaran lokasi kediamannya di kawasan padat penduduk. Ia juga mengungkapkan, area tempat tinggalnya itu pernah mengalami kebakaran sebanyak tiga kali pada 1979, 1995, dan 2002.
Beruntung kediaman Adar tersebut tidak terdampak kebakaran pada tiga kali peristiwa sebelumnya. Meski pada akhirnya, rumahnya ikut ludes terbakar pada peritiwa kebakaran Januari 2019.
Baca Juga: Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Kebakaran Kapal di Muara Baru
Adar bersikukuh tetap ingin bertahan menempati rumahnya di kawasan Tomang. Ia juga sudah siap dengan risiko kebakaran yang mengintai dan tidak menutup kemungkinan terjadi kembali.
Alasan tidak bisa meninggalkan usaha dagang kelapa muda hingga faktor nilai sejarah kenangannya bersama keluarga, membuat Adar enggan berpindah hunian ke lokasi lain.
"Pindah ke tempat lain belum tentu bisa usaha di sana, makanya jadi pertimbangan. Berat rasanya pindah sudah dari tahun '70-an, rasanya sudah lebih-lebih dari kampung halaman," kata Adar.
"Bukannya apa-apa, bukannya gak mau pindah. Tapi memang mau bertahan saja di sini, sudah paham risikonya. Tinggal di sini sampai hayat dipanggil badan," sambungnya.
Abdul lahir di rumah yang hangus terbakar
Pilihan untuk tetap tinggal di lokasi padat penduduk yang notabenenya berpotensi terjadi kebakaran juga dilakukan oleh Abdul. Lelaki tua 58 tahun itu warga Tomang yang ikut menjadi korban kebakaran awal tahun 2019 itu mengatakan, ia sudah menempati rumahnya sejak ia dilahirkan.
Bahkan jauh sebelum dirinya lahir, kakek dari Abdul sudah lebih dulu tinggal di lokasi tersebut. Beda dulu dan sekarang, kata Abdul, sebelum menjadi pemukiman pdat penduduk, lokasi tempat tinggalnya tersebut merupakan sebuah rawa.
Abdul yang sehari-harinya bekerja sebagai pengemudi ojek daring memberanikan diri meminjam uang serta bahan bangunan terlebih dulu untuk memperbaiki rumahnya yang hangus terbakar. Istilah yang selalu disebut olehnya ialah bermodal nekat.
"Ini modal nekat aja pinjam dan ada yang mau pinjamin dulu bahan-bahan materialnya. Untuk pembayarannya nanti dicicil, kalau perkiraan ini biaya bisa puluhan juta tapi nggak samapai seratus juta," kata Abdul yang merupakan penduduk asli Betawi.
Ia pun berencana menyewakan lantai dua rumahnya sebagai kontrakan jika perbaikan sudah selesai.
"Niatnya yang atas mau dikontrakkin buat bantu-bantu biaya cicilan utang bahan bangunan," kata Abdul.
Hal senada dengan Adar dan Abdul juga diucapkan oleh Dani (50), korban kebakaran di lokasi padat penduduk lainnya di Jalan Ketapang Utara, Krukut, Jakarta Barat.
Sebagian rumah Dani hangus terbakar dalam kebakaran yang terjadi Selasa (26/2/2019) lalu. Hanya tinggal menyisakan lemari pakaian yang utuh tidak terbakar. Sementara dagangan berupa jejeran botol minyak sereh yang berada di ruang depan ludes terbakar.
Dani yang juga warga keturunan Betawi mengaku berat hati jika harus meninggalkan rumah untuk pindah ke lokasi lain yang tidak padat peduduk. Meski sanak saudaranya selalu menyarankan untuk menjual rumah lama dan membeli yang baru, namun Dani enggan melakukannya.
"Nggak mau pindah, udah banyak yang nyaranin untuk dijual tapi saya gak mau karena ini warisan dari orang tua. Walau saya sendirian biar di sini, hidup di sini, mati di sini," ucapnya yang sedang duduk di bagian belakang bangunan rumah seluas 3 x 7 meter.
Tercatat sebanyak 165 rumah ludes dan 1.251 jiwa terdampak kebakaran di Tomang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Gubernur Anies Baswedan bahkan sampai terjun langsung ke lokasi guna memastikan masyarakat mendapatkan bantuannya segera.
Sekarang bantuan yang diterima korban baik dari pemerintah setempat, lembaga atau instansi serta masyarakat lambat laun mulai terasa. Rumah yang dahulu hangus terbakar, sekarang mulai tampak bentuknya seperti awal. Tangan-tangan tukang terlihat dengan seksama menempelkan bata ke bata lainnya dengan perekat semen dan pasir.