Suara.com - Calon Wakil Presiden Maruf Amin menyayangkan dirinya tidak diundang dalam acara Munajat 212 di Monas, Kamis pekan lalu. Padahal Maruf Amin adalah orang dibalik adanya Aksi 212 yang mendemo Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang terjerat kasus penistaan agama.
Maruf Amin yang mengeluarkan fatwa penistaan Agama yang dilakukan Ahok menyinggung surat Al Maidah ayat 51. Karena fatwa itu muncul Aksi 212 beberapa kali hingga akhirnya Ahok dipenjara 2 tahun.
"Saya kan orang 212, yang mengeluarkan fatwa kan saya, saya kok tidak diundang, berarti 212 kemarin adalah 212 yang lain," kata Maruf Amin di Hotel Aryaduta, Minggu (24/2/2019).
Maruf Amin pun berkomentar soal dugaan Munajat 212 melanggar kampanye karena berbau kampanye. Maruf Amin menyerahkan ke Bawaslu.
Baca Juga: Doa Perang Badar di Munajat 212, Ma'ruf: Doa Neno Warisman Tak Akan Manjur
"Kita serahkan kepada Bawaslu saja. Ada nggak politiknya di situ, ada orasi politik nggak di situ, kalau ada ya politik, kalau tidak ada ya memang murni acara umat," kata Maruf Amin.
Untuk mengingatkan, 11 Oktober 2016 lalu MUI yang kala itu diketuai Maruf Amin mengeluarkan sikap pernyataan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menyinggung surat Al Maidah ayat 51.
Berikut isi rekomendasi MUI saat itu:
Bismillahirrahmanirrahim
Sehubungan dengan pernyataan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kabupaten Kepulauan Seribu pada hari Selasa, 27 September 2016 yang antara lain menyatakan, "… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya.." yang telah meresahkan masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia, setelah melakukan pengkajian, menyampaikan sikap keagamaan sebagai berikut:
Baca Juga: Jurnalis Purwokerto Kirim Boneka Panda ke Pelaku Persekusi di Munajat 212
1. Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 secara eksplisit berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Ayat ini menjadi salah satu dalil larangan menjadikan non Muslim sebagai pemimpin.
2. Ulama wajib menyampaikan isi surah al-Maidah ayat 51 kepada umat Islam bahwa memilih pemimpin muslim adalah wajib.
3. Setiap orang Islam wajib meyakini kebenaran isi surah al-Maidah ayat 51 sebagai panduan dalam memilih pemimpin.
4. Menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
5. Menyatakan bohong terhadap ulama yang menyampaikan dalil surah al-Maidah ayat 51 tentang larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin adalah penghinaan terhadap ulama dan umat Islam.
Berdasarkan hal di atas, maka pernyataan Basuki Tjahaja Purnama dikategorikan : (1) menghina Al-Quran dan atau (2) menghina ulama yang memiliki konsekuensi hukum.
Untuk itu Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan :
1. Pemerintah dan masyarakat wajib menjaga harmoni kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Pemerintah wajib mencegah setiap penodaan dan penistaan Al-Quran dan agama Islam dengan tidak melakukan pembiaran atas perbuatan tersebut.
3. Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Aparat penegak hukum diminta proaktif melakukan penegakan hukum secara tegas, cepat, proporsional, dan profesional dengan memperhatikan rasa keadilan masyarakat, agar masyarakat memiliki kepercayaan terhadap penegakan hukum.
5. Masyarakat diminta untuk tetap tenang dan tidak melakukan aksi main hakim sendiri serta menyerahkan penanganannya kepada aparat penegak hukum, di samping tetap mengawasi aktivitas penistaan agama dan melaporkan kepada yang berwenang.
Selasa, 11 Oktober 2016
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Umum
DR. KH. MA'RUF AMIN
Sekretaris Jenderal
DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg