Jepang Bidik Kerja Sama Energi dan Investasi Agribisnis di Indonesia

MN Yunita Suara.Com
Sabtu, 23 Februari 2019 | 15:32 WIB
Jepang Bidik Kerja Sama Energi dan Investasi Agribisnis di Indonesia
Jepang tertarik berinvestasi di sektor agribisnis Indonesia. (Dok: Kementan)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Konsorsium Jepang, Taizo Yamamoto dan Sekio Shiraishi dari Eco Support Co. Ltd melakukan kunjungan ke Indonesia. Kunjungan ini merupakan langkah strategis dalam rangka meningkatkan kerjasama penelitian dan pengembangan bahan bakar gas, cair dan padat berbahan biomassa kelapa sawit.

Dalam kesempatan tersebut, keduanya menyampaikan laporan penelitian dengan tema "Solution against Global Warming: Cooperation Plan between Japan and Indonesia on Palm Farms Resources". Laporan dalam bentuk seminar ini digelar di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama PTPN II dan PPKS Medan.

Atase Pertanian Indonesia, Sri Nuryanti, mengatakan acara ini dihadiri oleh sebanyak 80 orang dari kalangan akademisi, peneliti, pelaku usaha perkebunan kelapa sawit, termasuk Direktorat Jenderal Perkebunan dan Biro Kerjasama Luar Negeri Kementan.

"Nah, yang menjadi daya tarik Eco Support adalah soal teknologi Sustainable Gas Turbine Combined Cycle (S-GTCC) yang telah dipatenkan dan juga digunakan di Universal Studio Osaka, Jepang," katanya, Jumat (22/2/2019).

Baca Juga: Demi Lingkungan dan Manusia, Kementan Atur Peredaran Pestisida

Nuryanti mengatakan, selanjutnya BPPT akan melakukan penandatanganan Letter of Intent (LOI) dengan pihak Eco Support sebagai bentuk kesepahaman yang menjadi landasan kerjasama penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan dalam industri sawit yang diselenggarakan kedua pihak di masa yang akan datang.

"Jadi, kedepan BPPT akan bertindak sebagai supervisor untuk kerjasama dari ketiga pihak tersebut. Rencananya LOI ini akan ditandatangani pada akhir bulan Februari. Selanjutnya Eco Support akan menyelenggarakan simposium dengan tema kelapa sawit di Osaka pada minggu kedua bulan Maret," jelasnya.

Selanjutnya, rangkaian acara diisi dengan seminar Focus Group Discussion (FGD) yang akan diselenggarakan pada bulan April mendatang. Penyelenggaraan ini bertujuan untuk penajaman pemahaman para pemerhati energi di Jepang melalui seminar di Osaka dan di KBRI Tokyo.

"Eco Support dan Japan Engineering Federation akan melakukan review hasil FGD dan serangkaian seminar yang diselenggarakan lalu bertandang ke Indonesia untuk melakukan aksi nyata memberi dukungan pada kerjasama dengan PTPN II dan PPKS," katanya.

Nuryanti menambahkan, teknologi pembangkit energi bebas limbah dan berbahan baku sawit ini rencananya akan dipresentasikan tim konsorsium Jepang dalam G20 Summit Conference di Osaka pada tanggal 28 hingga 29 Juni 2019.

Baca Juga: Kementan Minta Semua Pihak Bantu Agar Harga Jagung Tetap Stabil

"G20 Summit Conference ini akan mengusung tema Appeal Chance for S-GTCC: Design to the Future Society where Life Sparkles," papar Nuryanti.

Potensi Pasar Tepung Pisang

Disisi lain, Indonesia juga mendapat angin segar, terutama pada sektor investasi Agribisnis pisang. Hal ini terlihat pada kunjungan manajemen Joint Company Research Institute yang diwakili Kato Yosuke.

"Kedatangan Kato bermaksud untuk memperoleh informasi investasi di Indonesia, khususnya pada bidang hortikultura. Kato memerlukan lahan untuk membudidayakan tanaman pisang kepok dan juga mendirikan pabrik pengolahan tepung pisang dengan kapasitas produksi 10 ton/bulan," ujar Nuryanti.

Untuk mencukupi permintaan itu, setidaknya diperlukan pisang segar sebanyak 50 hingga 60 ton/bulan. Nantinya, tepung pisang ini akan diekspor ke Jepang.

"Ijin ekspor tepung pisang asal Indonesia ke Jepang sudah kami peroleh, sehingga rencana investasi ini akan memperluas akses pasar produk tepung pisang asal Indonesia ke Jepang," katanya.

Selain akan berinvestasi untuk agribisnis pisang kepok, Kato juga mencari sumber produksi tepung tapioka dari Indonesia. Menurut dia, tepung tapioka ini digunakan sebagai bahan baku minuman bernilai tinggi di Jepang. Lebih jauh Kato menanyakan perihal perijinan dan mekanisme kepemilikan lahan bagi investor asing di Indonesia.

"Semua pertanyaan itu dijelaskan oleh Attani bahwa untuk penanaman modal asing di subsektor hortikultura maksimal 30 persen dari total nilai investasi. Untuk itu, Kato harus mempunyai partner usaha di Indonesia," ungkapnya.

Berdasarkan laporan Attani, kebutuhan data dan informasi yang diperlukan bagi Kato terkait rencana investasi tersebut, antara lain, kriteria lahan, mengingat ekspor produk tepung pisang ke Jepang harus punya akses yang baik ke pelabuhan ekspor baik udara maupun perairan.

"Oleh karena itu, kami meminta data dukung yang lengkap dari pihak Kato untuk disampaikan kepada Kementerian Pertanian guna menjembatani rencana investasi tersebut," tambahnya.

Dalam penjelasannya, Kato juga menyebut alasan Joint Company Research Institute berinvestasi karena perusahaan agribisnis tersebut sangat berpengalaman dalam memasarkan dan mendistribusikan tepung pisang organik 100 persen yang bebas gluten dengan brand Bana Slim.

"Dengan berinvestasi di Indonesia, kita berharap ke depan dapat memenuhi permintaan impor tepung pisang dengan produk yang memenuhi standar kualitas dan peraturan pelabelan di Jepang," tutup Nuryanti.

REKOMENDASI

TERKINI