Di lokasi sama, Bupati Blora, Joko Nugroho menyampaikan, bulan Februari dan Maret ini merupakan puncak panen raya jagung di Kabupaten Blora, meskipun menurutnya pada akhir bulan Januari petani sudah banyak memanen jagungnya.
Laporan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora menyebutkan luas panen pada awal tahun ini (Januari-Maret) 26.977 Ha (21.051 Ha sudah masuk data Statistik Pertanian, ditambah 5.926 di lahan hutan belum masuk data Statistik Pertanian), sehingga produksi jagung mencapai 157 ribu ton. Pada tahun 2018 luas panen jagung di Kabupaten Blora 70.319 Ha yang tersebar di 16 Kecamatan, dengan rata-rata produktivitas 5,8 ton per Ha.
Lebih lanjut, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Blora melaporkan bahwa luas panen jagung tahun 2018 seluruh Kecamatan Banjarrejo sendiri 2.548 Ha (luas panen Februari 1.388 Ha dan Maret 1.215 Ha), dengan produktivitas 7 – 7,5 ton per hektar. Sedangkan luas hamparan jagung di lokasi acara panen saat ini 160 Ha dari total 300 Ha yang dimiliki oleh beberapa kelompok tani.
"Saya berharap harga jagung di tingkat petani saat ini untuk pipil basah dengan Kadar Air (KA) 33% dapat mencapai Rp. 2.800, sehingga petani masih untung. Saya juga berharap perusahaan pabrik pakan (feed meal) yang hadir di sini ada yang tertarik untuk mendirikan pabrik pakan, sehingga lebih mendekatkan antara produsen jagung dengan pabrik pakan yang dapat langsung menyerap jagung petani, sehingga lebih efisien", tukasnya.
Baca Juga: Kementan: Produksi Jagung Nasional Cukupi Kebutuhan Pakan Ternak
Solusi Pasca Panen Petani Jagung
Menurut Dirjen PKH, permasalahan yang sering dihadapi saat ini adalah pengelolaan jagung pascapanen. Untuk itu Kementan memberikan solusi penggunaan mesin pengering jagung yang bersifat mobile, terutama di daerah sentra produksi jagung yang relatif jauh dari pabrik pakan.
Kementan pun bekerja sama dengan PT Charoen Pokphand Indonesia memperkenalkan penggunaan Mobile Corn Dryer (MCD), yaitu peralatan pengeringan jagung yang dapat dipindahkan secara mudah untuk didekatkan ke lokasi-lokasi panen jagung. Aplikasi mesin ini diharapkan dapat memecahkan persoalan kadar air sehingga pertumbuhan jamur aflatoksin dapat dikendalikan, untuk memunculkan harapan “Bermanfaat untuk Korporasi Petani Jagung”.
“Kita berharap apabila petani makmur dan sejahtera, peternak pun akan menjadi lebih makmur dan sejahtera, untuk Indonesia yang lebih baik”, ucapnya.
Sementara itu, Eka Budiman dari PT. Charoen Phokphand Jawa Tengah menyampaikan, pihaknya telah menyediakan dua Mobile Corn Dryer (MCD) untuk membantu petani mengeringkan jagungnya. Menurutnya, kelebihan penggunaan MCD ini adalah dapat meningkatkan waktu simpan setelah dikeringkan, melancarkan tata niaga, mendapatkan kualitas lebih baik dan pada akhirnya petani dapat menikmati harga yang lebih baik dari jagung berkadar air lebih rendah.
Baca Juga: Cegah Korupsi, Kementan Teken MoU dengan LKPP
Konsep Mobile Corn Dryer berawal di tahun 2018, seiring dengan upaya PT Charoen Pokphand Indonesia untuk meningkatkan penyerapan jagung secara langsung dari petani. Prototipe ini sudah dilakukan uji coba lapangan perdana pada panen jagung di Lampung Selatan pada 29 Agustus 2018. Selanjutnya, pada 15 Februari 2019 kembali dilakukan uji coba lapangan pada acara panen raya jagung di Tuban dan saat ini dilakukan uji coba lapangan pada acara panen raya jagung di Blora.