Suara.com - Warteg Drive Thru Zakiah di Lippo Mall Kemang dan Warteg Drive Thru Damiah di Grand Lucky SCBD bagai oase di tengah kerasnya hidup di Jakarta. Merantau dari daerah dan bekerja di Jakarta membuat Syarif dan Andre putar otak tiap hari. Bagaimana caranya bergaji pas-pasan, namun masih bisa menabung saban bulan. Salah satu caranya, mengirit biaya makan.
Syarif dan Andre berjuang mati-matian menabung untuk masa depan dan cadangan hidup di Ibu Kota Jakarta. Bekerja di kantor besar di kawasan elit, tak membuat para perantau ini selalu berkecukupan.
Mereka akan berkecukupan, jika bisa menyisihkan gajinya saban bulan untuk ditabung. Tapi Syarif dan Andre kesulitan untuk itu. Seringnya gajinya jebol, bahkan harus berhutang. Saban bulan, pengeluaran paling besar mereka adalah makan.
Baca Juga: FACE of JAKARTA: Warteg Drive Thru, Agar Kantong Tak Cepat Kempes
Saban bulan, Syarief bergaji bersih Rp 2,7 juta sebagai petugas taman di Grand Lucky kawasan SCBD, Jakarta Selatan. Lelaki 44 tahun itu mempunya seorang istri dan 3 anak. Gaji Rp 2,7 jutanya untuk menghidupi 5 orang, termasuk dirinya.
Selama 6 bulan bekerja mengurusi tanaman, Syarief selalu putar otak agar gajinya tak jebol karena hidup di Jakarta. Tiap harinya, Syarif pun hidup prihatin dan irit. Dia harus membatasi kocek yang keluar untuk makan siang maksimal Rp 10 ribu. Jika lebih, maka target menabung Rp 600 ribu perbulan pun terancam gagal.
Dari gaji Rp 2,7 juta, Syarif harus membayar kontrakan, keperluan makan ketiga anak dan istri, serta biaya tambahan sekolah anaknya.
“Ya kita mah ngalah aja buat anak sama istri,” tutur Syarief.
Syarief mengaku tiap hari berangkat dari rumahnya di Mampang, Jakarta Selatan ke lokasi kerja menggunakan sepeda. Setidaknya, itu bisa mengirit jika dibandingkan harus menggunakan transportasi umum atau sepeda motor.
Baca Juga: Spanduk Warteg Viral! Tulisannya Bikin Netizen Ngayal Nggak Karuan
Bagi Syarief, hidup di Jakarta harus pintar-pintar mensiasati. Menurutnya, dengan gaji sebesar apapun jika tidak bisa bersyukur dan bersiasat, hidup di Jakarta maka tak akan ada cukupnya.
“Kalau saya sih bersyukur aja mas, dengan uang segitu alhamdulillah masih bisa makan sama sekolahin anak. Tapi banyak juga kan tuh yang gajinya lebih besar dari saya tapi masih ngeluh kekurangan,” ucapnya.
Selanjutnya kisah Andre...