Suara.com - Warteg Drive Thru menjadi solusi untuk buruh perkotaan di Jakarta. Upah buruh Jakarta yang bekerja di kawasan perkantoran elit yang relatif tinggi, tidak menjadi jaminan buruh akan sejahtera. Ternyata, kantong mereka pun cepat kempes karena biaya hidup dan makan yang tinggi di Jakarta. Suara.com datang langsung ke Warteg Drive Thru di kawasan Jakarta Selatan. Terhimpit tembok beton dan ada di gang sempit.
Empat orang tengah mengantre di depan lubang persegi sama sisi berukuran 30 x 30 cm. Saya di nomor antrean kelima. Dari lubang itu, tercium harum ayam goreng, sayur tahu dan sambal terasi. Bau gosong gorengan tempe tepung pun menyibak hidung.
Lubang itu ada di tembok beton pembatas antara gang sempit dengan gedung perkantoran Grand Lucky di Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan. Di belakang lubang itu ada Damiah, perempuan tua 56 tahun yang gesit menyiapkan pesanan pelanggan yang mengantrenya. Kurang dari 2 menit, sepiring nasi, lauk, dan minuman keluar dari lubang itu.
Para buruh berdasi di sekitar Grand Lucky menyebut warung makan Damiah sebagai Warteg Drive Thru. Istilah Drive Thru diperkenalkan restoran siap saji yang menawarkan kecepatan dalam membeli makanan tanpa turun dari kendaraan.
Baca Juga: Buruh Bandar Lampung Temukan Granat Aktif Buatan Amerika di Tumpukan Sampah
Beda Warteg Drive Thru Damiah, saya tak perlu berjalan di gang sempit mengitari gedung perkantoran untuk makan sepiring nasi ayam sayur. Cukup keluar lobi kantor, belok ke beberapa tikungan, dan sampai ke Warteg Drive Thru Damiah di kawasan Grand Lucky SCBD.
Pekan lalu, Suara.com datang langsung ke Warteg Drive Thru Damiah. Sembari menunggu makan siang, seorang pembeli bercerita sangat terbantu dengan Warteg Drive Thru Damiah. Sebab, mereka tidak perlu berputar jauh jika ingin membeli makan atau minum. Terlebih waktu istirahat kerja mereka yang juga tak cukup lama mengharuskan mereka berkejaran antara waktu makan dan waktu untuk kembali kerja.
Jika tak membeli lewat lubang itu, cukup menghela nafas untuk ke Warteg Drive Thru Damiah, pembeli harus melewati pintu samping yang berada di sisi kanan lokasi parkir Grand Lucky SCBD.
Di sana ada sebuah pintu berwarna biru berukuran lebar sekira 1 meter. Setelah masuk lewat pintu tersebut, bagi pembeli yang ingin makan langsung di warung Damiah harus berjalan sekitar 20 meter melewati gang sempit berukuran lebar 1 meter.
Baca Juga: Eks Buruh Freeport Diusir dari Seberang Istana, Aktivis Kritik Paspampres
Kemudian, akan ditemui sebuah gang berukuran yang lebih besar sekira 3 meter. Di sana mulai tampak meja-meja makan tersedia bagi pembeli yang hendak menikmati makanan langsung di warung Damiah.
Selanjutnya cerita jual es kopi
Dari jual kopi dan es
Siang itu, Damiah tampak sibuk menyiapkan beberapa hidangan. Di gang berukuran 3 meter itu tampak tiga buah kompor Damiah menyala bersamaan. Ada yang khusus untuk memasak air, nasi , dan lauk. Beberapa pelayan, juga tampak sibuk melayani pembeli yang terus-menerus memesan dari balik lubang.
Sambil memasak Damiah sedikit bercerita soal awal mulai usahanya itu. Damiah mengaku sudah menggeluti usaha warung makan bersama suaminya sejak tahun 1990. Hanya saja, Damiah menuturkan baru dua tahun belakangan ini berdagang lewat lubang.
“Kalau dagang lewat lubang sih baru dua tahunan lah,” tutur Damiah.
Damiah mengatakan lubang berukuran 30x30 cm tersebut awalnya hanya berukuran kecil yang dilubangi sebatas untuk mengantar pesanan kopi atau es saja. Seiring berjalannya waktu, Damiah terbesit untuk memperbesar lubang tersebut dan meminta adik lelakinya untuk melubangi tembok tersebut menggunakan mesin bor hingga seperti yang tampak saat ini.
Daimah mengungkapkan idenya itu semata-mata hanya untuk mempermudah para pegawai kantoran di sekitar SCBD yang sebagian besar menjadi pelangganya. Dengan adanya lubang itu, setidaknya kata Damiah, para pelanggannya tidak harus repot memutar jauh jika ingin makan di waktu istirahat kerja.
Dalam perjalannya, Damiah bercerita sempat ‘kucing-kucingan’ dengan pihak pengelola Grand Lucky yang melarangnya untuk berjualan lewat lubang. Bahkan, aksi buka-tutup lubang sempat terjadi beberapa kali antara dirinya dan pihak pengelola.
Namun, akhirnya dirinya diizinkan untuk berjualan lewat lubang dengan syarat tetap menjaga kebersihan dan harus membuat jendela penutup lubang guna menjaga keamanan di lingkungan Grand Lucky. Damiah lantas menyetujui persyaratan itu dan akhirnya meminta adik lelakinya untuk dibuatkan jendela dari kayu yang bisa dikunci menggunakan rantai besi apabila sedang tidak berjualan.
Damiah bercerita alasan mengapa dirinya bisa bertahan selama hampir 29 tahun menggeluti usaha warung nasi di kawasan elite SCBD, Jakarta Selatan. Damiah menuturkan salah satu alasan mengapa dirinya bisa bertahan lantaran dirinya tidak terlalu mengambil keuntungan yang besar dari makanan yang di jual.
Sehingga, hampir saban hari makanan yang dijualnya itu pun habis. Menurutnya, sebagain besar keuntungannya justru bersumber dari minuman seperti es dan kopi. Sedangkan, dari makanan dia tidak terlalu mengambil untung besar, yang terpenting makanan tersebut habis.
Selanjutnya surga makanan murah
Makan murah
Menu makanan yang disediakan di warung Dalimah pun cukup lengkap, mulai dari nasi dengan berbagai lauk, seperti telur, ayam, sup, tongseng, mie, nasi goreng serta aneka sayur dan lauk lainnya. Harganya pun terbilang relatif murah jika dibandingkan dengan warung makan yang ada disekitar SCBD, Jakarta Selatan.
Untuk satu porsi nasi dengan lauk telur dan sayur misalnya, Dalimah hanya membandrol harga Rp 10 ribu. Sedangkan, untuk satu porsi tongsen ayam lengkap dengan nasi, pelanggan cukup membayar dengan harga Rp 18 ribu.
Damiah mengatakan kalau dirinya tahu dan memahmi benar banyak pegawai yang membutuhkan makanan murah di kawasan elite seperti SCBD. Terlebih sebagian besar pelanggannya merupakan para pegawai dengan penghasilan menengah kebawah seperti sopir, security, petugas parkir, dan petugas kebersihan hingga para pekerja proyek di sekitar SCBD.
“Kasihan juga kalau nggak ada warung makan kecil kaya kita gini, gaji mereka juga kan nggak seberapa mas,” imbuhnya.
Kekinian Damiah mengaku telah memiliki delapan pegawai untuk membantunya memasak hingga melayani pelanggan. Seluruh pegawainya itu merupakan keponakan Damiah dari Pemalang, Jawa Tengah.
Damiah mengatakan bersama delapan pegawainya biasa memasak mulai dari pukul 01.00 WIB. Sebab, warung Damiah sudah harus buka pada pukul 05.00 WIB dan tutup pada pukul 21.00 WIB.
Dari usaha warung makannya itu, Damiah mengaku mampu meraup omset hingga Rp 5 juta setiap harinya. Sedangkan keuntungan bersih yang didapat setiap harinya berkisar Rp 3 juta sampai Rp 4 juta.
“Alhamdulillah lah bisa buat nabung dan bantu-bantu saudara juga,” tutur Damiah.
Selanjutnya, bukan satu-satunya di Jakarta
Warteg Drive Thru Damiah bukan satu-satunya di Jakarta. Sejauh 5,3 km dari Warteg Drive Thru Damiah, ada Warteg Drive Thru Zakiah di kawasan Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan. Sesuai namanya, Zakiah (51) pemilik rumah makan itu.
Warteg Drive Thru Zakiah tepat berada di pintu belakang Lippo Mall Kemang. Di sana biasa menjadi akses turun dan naiknya penumpang ojek online yang khendak berkunjung ke Lippo Mall Kemang.
Zakiah sudah hampir 11 tahun berdagang lewat lubang. Zakiah bercerita, awalnya dirinya hanya menjual kopi untuk para pekerja proyek pembangunan Lippo Mall Kemang. Melalui jendela kamar rumahnya, Zakiah melakukan transasksi jual beli kopi dengan para pekerja proyek.
Seiring berjalannya waktu, para pekerja proyek yang mengaku kesulitan untuk mencari warung makan lantas meminta Zakiah untuk turut menjual makanan bagi mereka.
“Awalnya sih julanan dikit-dikit, paling masak lima liter beras lah,” tutur Zakiah.
Setelah proyek pembangunan Lippo Mall Kemang selesai, rumah milik orang tua Zakiah itu pun berubah menjadi kost-kostan yang jumlahnya enam pintu. Zakiah memanfaatkan dua kamar kost-kostan sebagai tempat untuk terus melanjutkan usaha warung makanan itu.
Satu kamar kostan berukuran 4x3 meter digunakan Zakiah untuk berjualan dan satu kamar dengan ukuran yang sama digunakan khusus untuk memasak. Pada bagian tembok belakang yang menghadap pintu belakang Lippo Mall Kemang terdapat lubang berukuran sekira 90x90 cm. Melalui lubang itu Zakiah biasa melakukan transaksi jual beli makanan dan minuman.
Zakiah mengaku dalam sehari bisa memasak nasi hingga 24 liter. Lebih dari 10 menu lauk-pauk juga disedeikan di warung miliknya itu. Kekinian Zakiah mengaku telah memiliki tiga pegawai. Mereka memiliki tugas masing-masing, ada yang khusus memasak, bersih-bersih, dan belanja ke pasar.
Harga makanan yang dijual di warung Zakiah juga tidak terlalu berbeda dengan warung milik Damiah di SCBD, Jakarta Selatan. Zakiah mengatakan sebgaian besar pembelinya biasa membeli satu paket makanan seharga Rp 10 ribu dengan lauk ikan tongkol dan sayur.
“Kalau pakai ayam dan sayur biasanya kita jual Rp 15 ribu, tapi itu tergantung ukurannya juga kalau kecil kita kurangin harganya jadi Rp 12 ribu,” imbuhnya.
Senada dengan Dalimah, Zakiah juga mengaku sengaja menjual dengan harga murah lantaran mayoritas pelanggannya adalah karyawan Lippo Mall Kemang, seperti penjaga toko, security, dan petugas kebersihan. Meskipun, tak jarang banyak pengunjung Lippo Mall Kemang yang juga makan di warung miliknya, memngingat harga makanan di Mall tersebut terbilang cukup mahal.
Zakiah menuturkan warung miliknya itu biasa buka sedari pukul 08.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Dari usahanya itu, setidaknya Zakiah mengaku mampu meraup omset Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta setiap harinya. Bahkan, Zakiah mengaku dari usahnya itu dirinya mampu menyekolahan kedua ankanya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
“Ya Alhamdulillah bisa bantu kuliahin dua anak saya. Satu sampai S2 yang satu D3. Lumayan buat bantu-bantu biaya harian mereka,” imbuhnya.
Keberadaan warung makan bolong atau warteg Drive Thru paling dicari para pekerja Ibu Kota Jakarta. Sulitnya menjadi makanan murah di kawasan perkantoran di Jakarta, jadi alasan warung Damiah dan Zakiah dijejali para buruh gaji 2 digit alias dua hari gajian sudah gigit jari.
Kawasan perkantoran yang terintegrasi langsung dengan restoran mewah juga menjadikan warteg Drive Thru sebagai solusi agar kantong buruh Jakarta tidak cepat kempes.