Sebaliknya, jika institusi politik bersifat ekstraktif, maka kekayaan akan dikuasai oleh segelitir elite penguasa.
Institusi politik ekstraktif yang menyebabkan institusi ekonomi seperti itu juga, ditandai oleh adanya konsentrasi kekuasaan politik pada segelintir orang dan lemahnya penegakan hukum. Pada akhirnya, negara bangsa seperti bakal gagal.
Kedua ekonom itu, dalam buku tersebut, memberikan sejumlah kisi-kisi yang dianggap sebagai obat mujarab agar negara tak gagal.
Bagi para kritikus, teori kedua ekonom tersebut bukan hal baru, melainkan pembaruan teori dari bapak kapitalisme pasar bebas Adam Smith yang menelurkan buku Wealth of Nations pada abad ke-18.
Baca Juga: Prabowo soal Ledakan di Parkir Timur: Petasan, Kalian Jangan Besar-besarin!
Buku tersebut juga mendapat banyak kritik. Satu kritik yang ditujukan pada buku itu ialah, kedua pengarangnya tak mampu menjelaskan kemunculan institusi ekonomi inklusif yang lahir dari institusi politik ekstraktif seperti di Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura.
Ketiga negara tersebut melahirkan institusi ekonomi yang inklusif justru saat diperintah oleh rezim otoriter.