Suara.com - Sebuah sumur minyak ilegal di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi terbakar pada Sabtu (16/2/2019) sore sekitar pukul 16.00 WIB. Satu orang diduga penambang liar tewas dalam insiden itu.
Mengutip laman Metrojambi.com (jaringan Suara.com), korban tewas bernama Herdam (45), sebelum dinyatakan tewas, korban mengalami luka bakar serius dan sempat dilarikan ke rumah sakit setempat. Namun beberapa jam usai kejadian, Herdam dinyatakan meninggal dunia.
Insiden terbakarnya sumur minyak ilegal itu juga dibenarkan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batanghari Parlaungan.
Menurut dia, korban bernama Herdam, warga Sekayu, Sumatera Sulatan. Dalam kejadian itu, korban mengalami luka bakar hampir di sekujur tubuhnya.
Baca Juga: BPN: Ada Kejutan dari Prabowo saat Debat Pilpres, Jokowi Akan Kaget
"Iya benar. Di Bungku, (sumur minyak) yang terbakar itu di dekat Wilayah Kerja Pertambangan (WKP)," ujar Parlaungan di RSUD Hamba, Muarabulian, ibu kota Kabupaten Batanghari, Sabtu (16/2).
Menurut dia, ia mendapat informasi bahwa korban hanya satu orang saja. Sementara kronologis kejadian hingga berita ini ditulis belum jelas.
"Kabarnya bak penampungan yang terbakar. Dan saat ini api telah padam," katanya.
Tanggapan Pertamina
Menanggapi terjadinya kebakaran di lokasi penambangan minyak ilegal atau ilegal drilling di Desa Bungku itu, M. Rizal Rukhaidan selaku Legal & Relation Manager Pertamina EP Asset 1 mengatakan, terbakarnya sumur minyak yang berada di lahan masyarakat merupakan akibat dari kegiatan pemboran yang dilakukan tanpa izin.
Baca Juga: Jokowi Akan Banyak Tebar Senyum di Debat Pilpres Kedua Malam Ini
"Kegiatan tersebut merupakan kegiatan mengeksploitasi migas yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlakun dalam hal ini Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. Dimana kegitan tersebut merupakan perbuatan pidana (delik pidana biasa, bukan delik aduan)," Rizal menjelaskan.
Menurut dia, Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) migas merupakan hak ekslusif sub-surface (bawah permukaan tanah) yang diberikan oleh negara kepada para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Jika KKKS ingin melakukan kegiatan eksplorasi atau eksploitasi migas di WKP yang di atas permukaan tanah merupakan lahan masyarakat (misal berdiri bangunan rumah, sawah, kebun, dan sebagainya) KKKS perlu melakukan terlebih dahulu pembebasan lokasi kepada masyarakat tersebut.
"Perlu diketahui bahwa pemboran tanpa izin yang dilakukan di lahan masyarakat tersebut tidak terdapat kegiatan eksplorasi/eksploitasi oleh perusahaan," kata Rizal.
"Sehubungan dengan maraknya kegiatan pemboran tanpa izin tersebut, kami terus mendorong Pemprov Jambi untuk mengaktifkan kembali tim terpadu yang telah dibentuk oleh gubernur, dan mendorong peran serta Pemerintah Pusat (Kementerian ESDM) agar permasalahan illegal drilling dapat tuntas secara efektif dan efisien," sambung dia.
Menurut Rizal, sepanjang tahun 2017 hingga saat ini, Pertamina EP sebagai bagian dari Tim Terpadu telah melakukan kegiatan penutupan 49 sumur ilegal di Jambi. Di mana Kontribusi Pertamina EP dalam kegiatan tersebut adalah dalam hal teknis penutupan sumur-sumur ilegal tersebut.
"Tidak hanya berkontribusi dalam hal teknis penutupan sumur, bahkan PEP juga telah menyalurkan program CSR di sekitar wilayah terdampak sebagai salah satu upaya PEP utk terus bersinergi dengan masyarakat sekitar," pungkasnya.