Wasiat tentang perintah dan larangan juga banyak kesamaan antara Taurat Injil dan alquran selain juga ada beberapa perbedaan.
Itu sebabnya para ulama melarang kita untuk melecehkan Injil atau Taurat dengan membuangnya ke tempat sampah misalnya, karena di dalamnya ada nama Allah dan asma-Nya serta firman Allah yang tidak diubah. Bagian yang tidak diubah tentu bukan fiksi karena itu wahyu dari Allah SWT.
Karena itu pula, terkadang para ulama mengutip Taurat atau Injil untuk menguatkan apa yang ada dalam Al-Quran seperti kisah tentang Bani Israil dalam kitab-kitab tafsir.
Ungkapan “Kitab suci itu fiksi” menghantam semua pondasi kemutlakan dan kebenaran wahyu. Baik Alquran, Injil maupun kitab suci lainnya.
Baca Juga: MUI: Tidak Perlu Ada Fatwa Haram Hari Valentine
Ungkapan “Kitab Suci itu Fiksi” ditambah ucapan “Atheisme itu diijinkan oleh Pancasila” oleh orang yang sama kiranya cukup menjelaskan pandangan orang tersebut terhadap agama.
Upaya untuk bernasihat dalam kebaikan, meluruskan hal yang perlu diluruskan, apalagi yang menyangkut hal yang sangat fundamental dalam beragama harus terus dilakukan, apa pun pandangan atau sikap politik kita. Sikap dan pandangan politik bersifat ijtihaady, sedangkan fundamen agama itu qath’iy.