Suara.com - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mengajukan ide untuk mengubah nama negaranya menjadi Maharlika. Duterte mengusulkan perubahan nama ini untuk menyingkirkan jejak kolonialisme dari negara itu. Kata Maharlika sendiri berarti kelas bangsawan.
Senator Eddie Ilarde adalah yang pertama mengusulkan perubahan nama ini pada 1978. Alasannya, negara perlu menghormati warisan kuno negara itu sebelum dijajah oleh Barat.
Nama Filipina ini pertama kali diberikan oleh penjelajah Spanyol untuk menyebut Kepulauan Las Islas Filipinas (Kepulauan Filipina). Nama itu digunakan untuk menghormati Raja Philip II dari Spanyol. Spanyol memerintah Filipina selama tiga abad, disusul AS selama 48 tahun.
Ide ini lantas dipopulerkan oleh Ferdinand Marcos, mantan presiden Filipina yang dikenal sebagai seorang ditaktor. Ia sengaja menerapkan kondisi darurat militer untuk melanggengkan kekuasaannya hingga 20 tahun.
Baca Juga: Para Ilmuwan Dibuat Bingung dengan Ledakan Cahaya Misterius
Di era rezim Marcos, ia mempopulerkan kata Maharlika dan menjadikannya nama stasiun televisi negara, jalan tol utara-selatan, dan aula kepresidenan.
"Marcos benar. Ia ingin mengganti menjadi Maharlika, kata-kata Melayu dan berarti condong pada konsep ketengangan dan damai," jelas Duterte seperti dilansir Nikkei Asian Review, Senin (11/2/2019).
Marcos mempromosikan istilah yang menurutnya merujuk pada kaum bangsawan. Tapi, para sejarawan mengatakan Maharlika adalah kelas prajurit yang melayani kaum berkuasa selama masa pra-Hispanik. Nama ini juga merujuk pada unit pasukan khusus fiktif di masa Perang Dunia II.
Laporan New York Times pada 1986 menyebut Marcos kerap menggunakan kata Maharlika untuk menghormati pengalaman militernya. Namun, menurut penyelidikan militer pencapaian militer mantan presiden itu palsu.
Senat Presiden Tito Sotto menyebut jika ide Duterte dilaksanakan, maka negara perlu menulis ulang konstitusi dan membutuhkan banyak perubahan. Sebelumnya, Duterte juga mendorong perubahan piagam negara dan beralih ke bentuk pemerintahan federal.
Baca Juga: Ahmad Dhani Tulis Surat Mengharukan untuk Ibunda, Ini Isinya
"Suatu hari mari kita ubah," tutur Duterte dalam pidato ketika membagikan sertifikat tanah di Mindanau, wilayah yang mayoritas merupakan penduduk Muslim, seperti dikutip Bloomberg.
Menurut Wensley Reyes, profesor sejarah di Universitas Normal Filipina Philippine menyebut ide ini menunjukkan kekaguman Duterte pada Marcos. Hal ini juga menunjukkan keengganannya terhadap intervensi Barat.
"Pendapat Presiden Duterte menunjukkan pendirian anti-kolonialnya dan ia menyatakan menentang gagasan dan intervensi Barat," terangnya.
Duterte telah berulang kali menyerang AS dan Eropa yang mengkritik catatan HAMnya dan perang terhadap narkotika yang disertai pembunuhan.