Suara.com - Maher Zein, penyanyi berkebangsaan Swedia bernama lengkap Maher Mustafa Maher Zain, diklaim menjadi pendukung Capres dan Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Meski bukan WNI, Maher Zein akrab dengan Indonesia. Ia beberapa kali menggelar konser di Indonesia. Fan penyanyi berdarah Lebanon tersebut juga terbilang banyak di Indonesia.
Adalah akun Facebook bernama Mastolib, yang menyebar foto beserta tulisan bahwa Maher Zein mendukung Prabowo - Sandiaga.
Klaim yang diperiksa
Baca Juga: UNBK Digelar Maret 2019, Mendikbud Targetkan 98 Persen SMA Punya Internet
Akun Facebook mastolib pada tanggal 22 Januari 2019, mengunggah foto Maher Zein bersama Emre Mogulkoc, pendiri studio rekaman Emrec.
Baik Maher Zein maupun Emre dalam foto tersebut tampak berpose sembari mengacungkan jempol dan telunjuk, sehingga berbentuk pistol.
Namun, dalam dunia politik Indonesia, simbol dua jari tersebut menjelang Pilpres 2019 diasosiasikan sebagai pendukung Prabowo - Sandiaga Uno.
Akun Facebook itu juga membunuhkan kalimat keterangan foto, ”Sangat memantau pilpres tahun ini, berharap menghasilkan pemimpin yang membawa bangkitnya dunia Islam. Salam dari Maher Zein.”
Sejak diunggah sampai Senin (11/2/2019), foto tersebut telah dikomentari 67 orang dan 2.900 kali disebar ulang.
Baca Juga: Muncul Foto Jennifer Dunn dan Faisal Haris, Bentuk Tubuh Jadi Sorotan
Fakta
Foto tersebut benar menunjukkan Maher Zein dan Emre tengah bersama dan berpose mengacungkan dua jari.
Potret tersebut, pernah diunggah Maher Zein ke akun Instagram miliknya, @maherzeinofficial tanggal 13 Desember 2018. Namun, pose dua jari Maher Zein itu sama sekali tak merujuk pada situasi politik di Indonesia.
Dalam unggahannya, Maher Zein hanya menuliskan keterangan foto, "Thank you my dear brother @emremogulkoc."
Kesimpulan
Foto Maher Zein itu benar, tapi pose dua jari sang penyanyi pada potret tersebut tidak merujuk pada situasi politik di Indonesia menjelang Pilpres 2019.
Dengan demikian, foto Maher Zein tersebut digunakan oleh akun Facebook Mastolib dan dibubuhkan konteks baru yang sebenarnya tak dikaitkan sehingga menimbulkan kekeliruan alias misinformasi pada publik.