Suara.com - Polisi dari Densus 88 menangkap eks napi teroris Harry Kuncoro alias Wahyu Nugroho saat akan berangkat ke Suriah di Bandara Soekarno Hatta pada 3 Januari 2019.
Harry berencana masuk ke Suriah melalui Iran dan menggunakan identitas palsu untuk mengelabui petugas. Densus 88 telah mengumpulkan bukti-bukti keterlibatan Harry dengan jaringan teror sejak penangkapan itu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, Harry memiliki rekam jejak keterlibatan yang cukup panjang atas kasus terorisme di Indonesia. Dia merupakan residivis kasus terorisme dan pernah ditahan di Lapas Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
“Yang bersangkutan sudah keluar masuk lapas, tapi mengulangi terus perbuatannya dan berafiliasi dengan jaringan teror,” kata Dedi dalam konderensi pers di Jakarta yang dilansir dari Kantor Berita Turki, Anadolu, Senin (11/2/2019).
Baca Juga: Tak Terima Ditegur, 4 Siswa SMP dan Orangtua Keroyok Staf Sekolah
Tidak hanya itu, Harry juga terlibat dalam sejumlah aksi teror di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Yogyakarta.
Dia juga berkaitan dengan kelompok Jamaah Islamiyah pimpinan Nurdin M Top dan Dokter Azhari, serta berhubungan langsung dengan algojo kelompok teroris Daesh di Suriah bernama Abdul Wahid.
“Tersangka adalah aktor penting di Indonesia saat ini, karena tersangka memiliki akses langsung ke luar dengan Suriah,” ujar dia.
Abdul Wahid juga yang menyarankan Harry agar segera bergabung ke Suriah dan mentransfer dana Rp 30 juta untuk dokumen keberangkatan termasuk tiket pesawat.
"Sosok Abdul Wahid belum lama ini tewas, pada Januari 2019 lalu," kata Dedi.
Baca Juga: Berhijab Biru, Mulan Jameela Jenguk Ahmad Dhani di Rutan Madaeng
Harry juga memberikan dana kepada sel-sel teroris di Indonesia untuk melakukan aksi teror.
Polri menjamin sel-sel tidur tersebut tetap dalam pantauan ketat Densus 88 dan Satgas Anti-Teror di seluruh Kepolisian Daerah.
Polisi kini menahan Harry untuk mengusut lebih jauh jaringan teror di Indonesia, khususnya yang berhubungan langsung dengan Suriah.
Harry disangka telah melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme dan pemalsuan dokumen berdasarkan pasal 263 KUHP.
Pada 2012, Pengadilan Negeri Jakarta Barat memvonis Harry selama enam tahun penjara karena menyembunyikan terpidana kasus terorisme, Dulmatin.
Harry juga didakwa terlibat dalam distribusi senjata dan amunisi untuk kelompok Dulmatin di Jawa Tengah. Dia mendapat pembebasan murni pada Maret 2016.