Suara.com - Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun menilai, maraknya dukungan dari kalangan alumni perguruan tinggi kepada kedua pasangan capres dan cawapres hanya sekadar klaim semata.
Menurutnya, maraknya deklarasi dari kelompok yang mengatasnamakan alumni perguruan tinggi menunjukan suatu gejala hyper realitas politik.
Hal itu merupakan sebuah realitas semu di arena pertunjukan politik yang dikonstruksi melalui rekayasa yang semata-mata karena kekuatan finansial dari pemodal untuk membiayai acara tersebut.
"Mudah melakukannya, karena hampir semua orang pernah SMA dan pernah di perguruan tinggi, jadi tinggal klaim saja, makanya tidak ada tandatangan Ketua Alumni masing-masing SMA dan masing-masing perguruan tinggi. Jika ada, saya prediksi ikatan alumni itu pasti pecah di dalamnya," kata Ubedilah saat dihubungi Suara.com, Senin (11/2/2017).
Baca Juga: Aksi Congkak Murid Tantang Guru Berkelahi Bikin Geram Jenderal Polisi
Terkait hal itu, Ubedilah memandang serangkaian deklarasi yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan alumni suatu perguruan tinggi tidak akan memiliki pengaruh yang signifikan dalam menarik perhatian pemilih terpelajar.
Pasalnya, karakteristik dari pemilih terpelajar tersebut dinilai lebih rasional dan kritis.
"Saran saya, kepada para capres cawapres fokus lah pada gagasan baru yang bermanfaat bagi kemajuan negara yang ditawarkan kepada pemilih, mulailah tinggalkan pertunjukan hyper realitas politik itu," imbuhnya.
Sementara itu, pengamat politik Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai, dukungan dari kalangan intelektual atau terpelajar sangat penting.
Ujang mengatakan, dukungan dari kalangan intelektual dan terpelajar bisa menjadi alat legitimasi politik bagi kandidat capres dan cawapres.
Baca Juga: Jelang 15 Februari, Ahok Jalani Foto Prewedding dengan Puput?
"Kalangan terpelajar penting untuk dirangkul karena mereka biasanya menjadi tokoh masyarakat di lingkungan masing-masing. Dan bisa mengajak masyarakat yang lain untuk memilih paslon tertentu," tutur Ujang.
Meski begitu, Ujang mengatakan, karakteristik pemilih kalangan intelektual dan terpelajar yang kritis dan rasional perlu mendapat perhatian lebih dari paslon petahana.
Pasalnya, jika ada satu kesalahan kecil saja terkait kinerja dan kebijakan dari pemerintah, hal itu bisa berdampak besar terhadap arah dukungan mereka.
"Karena kaum terpelajar sangat rasional. Jika ada kesalahan sedikit saja atas kinerja petahana, maka mereka akan berbalik arah dan akan mendukung oposisi. Oposisi itu akan diuntungkan jika petahananya melakukan blunder politik dan berkinerja buruk," pungkasnya.