Suara.com - Presiden Amerika Serikat Donald Trump diklaim secara sengaja melakukan pelecehan dengan menyebut Nepal dan Bhutan, dua negara kecil di Asia selatan, sebagai “puting dada” alias nipple dan “tombol” atau button.
Penyebutan yang melecehkan terhadap Nepal dan Bhutan tersebut, terjadi selama Presiden Trump mengikuti pertemuan pembahasan keamanan nasional di Gedung Putih bersama pejabat intelijen.
Tak hanya itu, Donald Trump juga disebut secara sengaja dalam pertemuan itu menyebut Nepal dan Bhutan sebagai bagian dari India.
Semua hal tersebut termaktub dalam laporan investigati jurnalis John Walcott untuk majalah Time.
Baca Juga: Mentri Sofyan: Pungli Sertifikat Tanah Penyakit Lama, Laporkan Saja
Walcott mengatakan, seluruh klaim tersebut didapatkannya dari sumber senior intelijen AS yang membocoran isi pertemuan Trump.
Pelecehan oleh Trump terhadap Nepal serta Bhutan tersebut, kali pertama diketahui publik ketika John Walcott diundang oleh stasiun televisi CNN untuk mengulas artikelnya mengenai “ketidaktahuan yang disengaja oleh Trump”.
“Apa Anda bisa memberikan contoh-contoh ketidaktahuan yang disengaja oleh Trump terkait urusan luar negeri?” tanya Brooke Baldwin, presenter CNN, kepada Walcott.
“Ada sejumlah hal. Pertama, ketidaktahuan presiden yang sampai pada titik berpikir, bahwa Nepal dan Bhutan adalah bagian dari India. Dia juga mengatakan Nepal sebagai nipple dan Bhutan sebagai button,” jelasnya.
“Tunggu dulu, serius? Itu yang Trump katakan?” cecar Baldwin. "Serius," jawab Walcott.
Baca Juga: Warga Pasar Minggu Jadi Otak Jual Beli PSK Lewat MeChat, Begini Modusnya
Walcott mengklaim, sumber-sumber senior intelijen akhirnya memecah kebisuan selama dua tahun mengenai perilaku Trump.
Sumber-sumber senior intelijen tersebut, berbagi cerita kepada Walcott mengenai ketidaksukaan Trump dalam rapat-rapat bersama mereka.
“Jika orang-orang intelijen tak berpihak pada kebijakan atau pandangan pribadinya, Trump bakal menolak semua usulan.”
Selain itu, cerita Walcott, komunitas intelijen membocorkan kenaifan Trump tatkala mengikuti rapat persiapan pertemuan dengan Perdana Menteri Inggris Theresa May di Diego Garcia beberapa waktu lalu.
Kala itu, kata Walcott, pejabat intelijen meminta Trump menempati instalasi militer sebagai rumah sementara. Namun, selama rapat itu, Trump hanya bertanya dua hal.
“Pertanyaan pertama Trump adalah, ‘apakah orang-oran di sana bisa bersikap baik?’ Pertanyaan keduanya adalah, ‘Apakah pantai di sana bagus? Oleh pejabat intelijen, Trump lebih bertindak sebagai pengusaha properti ketimbang presiden,” tutur Walcott.