Suara.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan Justice Collaborator (JC) yang telah diajukan oleh terdakwa suap proyek PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih atau Eni Saragih.
Hal itu disampaikan JPU dalam pembacaan tuntutan Eni di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).
"Permohonan pengajuan Justice Collaborator terdakwa tidak dapat dikabulkan," kata Jaksa Lie Putra Setiawan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (6/2/2019).
Selain itu, Jaksa Lie juga meminta kepada Majelis Hakim untuk mencabut hak politik Eni Saragih selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok. Menurut, Lie, pencabutan hak politik sebagai penambahan pidana.
Baca Juga: Suap PLTU Riau-1, Eni Saragih Dituntut 8 Tahun Penjara
"Menjatuhkan pidana tambahan pada terdakwa berupa pencabutan hak untuk menduduki dalam jabatan publik selama lima tahun," ujar Lie
Kemudian, Eni Saragih juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 10,3 miliar dan 40.000 dolar Singapura oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eni Saragih dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi.
"Kami menuntut supaya majelis menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti. Jumlah itu diperhitungkan dengan uang yang telah disetor terdakwa," tutup Lie
Eni Saragih telah dituntut 8 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 4 tahun kurungan penjara. Eni Saragih dinilai telah melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 30bTahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 1jo Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Baca Juga: Dikirim ke Rekening KPK, Eni Saragih Kembalikan Uang Suap Rp 500 Juta