Deretan Fakta di Balik Dugaan Penganiayaan 2 Penyidik KPK

Rabu, 06 Februari 2019 | 11:31 WIB
Deretan Fakta di Balik Dugaan Penganiayaan 2 Penyidik KPK
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta. [Suara.com/Muhaimin A Untung]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus penganiayaan menimpa dua orang penyidik KPK. Dari informasi, kedua pegawai komisi antirasuah itu dianiaya saat melakukan tugas di sebuah hotel di Jakarta saat digelar rapat antara Pemprov dengan DPRD Papua pada Sabtu (2/2/2019) malam.

Hanya saja, pihak Pemprov Papua membantah telah melakukan penganiayaan terhadap dua orang penyidik KPK. Pemprov Papua menyatakan, hanya memergoki dua penyidik itu memotret aktivitas rapat Gubernur Papua Lukas Enembe tanpa melakukan tindak penganiayaan.

Kejadian bermula saat Pemprov Papua menggelar rapat pembahasan hasil review Kementerian Dalam Negeri terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Papua 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat pada Sabtu (2/2/2019) malam.

Dua hari setelah kejadian, KPK merilis fakta bahwa kedua penyidik mengalami luka patah kerangka hidung hingga robek di wajahnya akibat penganiayaan yang dilakukan oleh pegawai Pemprov Papua.

Baca Juga: Penyalahgunaan Narkotika, Pencipta Lagu Goyang Nasi Padang Diringkus Polisi

Pihak Pemprov Papua tak terima, dan belakangan melaporkan balik dua penyidik KPK itu ke polisi. Berikut rangkuman sejumlah fakta yang dirangkum Suara.com.

1. Tas Ransel Diduga Berisi Uang

Pegawai Pemprov Papua telah mengamati gerak-gerik dua penyidik KPK yang dinilai mencurigakan. Keduanya tampak memotret aktivitas rapat secara berulang-ulang dan melakukan komunikasi via telepon seluler. Saat dihampiri pegawai, kedua penyidik tampak bingung dan tak mau menunjukkan identitasnya.

Saat diinterogasi lebih lanjut, pegawai Pemprov Papua sempat melihat isi pesan dalam telepon seluler milik penyidik. Dalam isi pesan itu, kedua penyidik mencurigai tas ransel yang dibawa oleh salah seorang peserta rapat berisi uang transaksi suap yang akan dilakukan.

Peserta yang menjadi bidikan utama penyidik KPK itu pun membeberkan isi tas ransel yang dicurigai. Dalam tas ransel itu tidak ditemui uang seperti tuduhan penyidik, hanya berisi dokumen-dokumen berupa kertas.

Baca Juga: Ahmad Dhani Pindah Penjara ke Rutan Medaeng Sidoarjo Hari Ini

“Secara spontanitas peserta itu mendatangi pegawai KPK maksud lalu memperlihatkan isi dalam tas ransel yang sesungguhnya hanya berisikan dokumen-dokumen berupa kertas dan tidak terdapat uang di dalamnya,” kata Kabag Protokol Biro Humas dan Protokol Sekretarian Daerah Provinsi Papua, Gilbert Yakwar melalui keterangan resminya.

2. Bantah Aniaya Penyidik KPK

Gilbert membantah terjadi aksi penganiayaan dalam insiden itu. Usai menginterogasi penyidik, kedua penyidik digiring menuju Polda Metro Jaya untuk klarifikasi lebih lanjut. Gilbert memastikan isu pengniayaan hingga menyebabkan kedua penyidik menjalani operasi tidak benar.

Saat dibawa menuju Polda Metro Jaya pun, kedua penyidik dalam keadaan sehat bugar dan tidak mengalami luka sedikitpun. Dalam insiden itu, Gilbert mengklaim tidak ada tindak penganiayaan melainkan hanya aksi saling dorong saja.

“Hal tersebut adalah tidak benar karena tidak ada penganianyaan. Yang terjadi adalah tindakan dorong mendorong karena perasaan emosional karena diduga akan melakukan penyuapan yang akan berakibat pada tindakan OTT dari KPK,” ujar Gilbert.

3. Merasa Dicurigai KPK

Aksi pengintaian yang dilakukan oleh kedua penyidik KPK diyakini teleh melukai hati Pemprov Papua dan dewan. Pihaknya merasa telah dicurigai sebagai oknum yang akan melakukan tindak pidana korupsi, padahal hal itu tidak terbukti.

Gilbert menilai, selama ini Pemprov Papua telah menjalin kerjasama baik dengan KPK hingga berhasil meluncurkan berbagai program. Namun, upaya Pemprov Papua untuk membangun wilayah yang bebas korupsi tercederai dengan sikap KPK itu sendiri.

“Ini menunjukkan ketidakpercayaan KPK terhadap kemampuan dan hati orang Papua untuk berusaha taat asas dan komitmen atas upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di NKRI," ujar Gilbert.

4. Minta Perlindungan Jokowi

Usai insiden penganiayaan terjadi, Pemprov Papua pun berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo untuk meminta perlindungan. Sebab, usai kejadian itu Pemprov Papua diselimuti rasa ketakutan yang teramat besar dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan.

“Kami meminta perlindungan kepada Bapak Presiden Republik Indonesia agar kami dapat bekerja dengan tenang, jauh dari rasa takut dan intimidasi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di Pronvinsi Papua," imbuh Gilbert.

5. Laporkan Balik ke Polisi

Pemprov Papua melalui Alexnader Kapisa melaporkan balik kejadian ini atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya. Laporan itu resmi dilayangkan ke polisi pada Senin (4/2/2019) dengan nomor laporan LP / 716 / II / 2019 / PMJ / Dit. Reskrimsus.

Pasal yang dikenakan, yakni tindak pidana di bidang ITE dan pencemaran nama baik atau fitnah melalui media elektronik dengan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) dan Pasal 35 Jo Pasal 51 Ayat (1) UU RI No 19 Tahun 2016 Tentang ITE.

"Isi pesan Whatsapp telapor sempat dibaca. Ada kata-kata yang berisi akan ada penyuapan yang dilakukan Pemprov Papua. Faktanya tidak ada penyuapan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI