Suara.com - Klenteng Sam Poo Kong tak pernah sepi, apalagi saat perayaan Tahun Baru Imlek tiba. Bukan hanya para penganut Tridharma (Taoisme, Buddhisme dan Konfusianisme) yang datang untuk berziarah, tapi warga Muslim juga turut menjejali kawasan di lahan seluas 3,5 hektare tersebut.
Bukan tanpa sebab banyak warga muslim yang datang. Sebab, Klenteng Sam Poo Kong awalnya didirikan oleh Laksamana Cheng Ho, seorang muslim asal Tiongkok yang mengarungi lautan hingga ke Nusantara.
Rombongan laksamana yang termasyhur tersebut tiba di Laut Jawa tahun 1416 karena juru mudi kapal, Ong Keng Hong, sakit keras. Mereka lantas singgah ke daratan terdekat kala itu, yakni Bukit Simongan Semarang.
Menurut sejarahwan Tionghoa Jongkie Tyo, Laksamana Cheng Ho sempat merawat Ong Keng Hong bersama awak kapal lainnya. Namun, Cheng Ho terpaksa meninggalkan Ong Keng Hong karena harus melanjutkan perjalanan.
Baca Juga: Luka Bakar Akibat Tercebur Kuah Soto, Begini Kondisi Bayi Ibnu Sekarang
"Ong Keng Hong bersama anak buah kapal lainnya menetap dan berbaur bersama masyarakat di Bukit Simongan," kata Jongkie, Selasa (5/2/2019).
Dari situ, Ong Keng Hong yang muslim menyebarkan agama Islam. Mereka juga selalu menceritakan sosok Cheng Ho yang berani serta bijaksana.
"Cerita kebesaran Cheng Ho memukau masyarakat, maka mereka membuat simbol penghormatan di salah satu gua yang disebut Gedung Batu," tutur Jongkie.
Nama Gedung Batu melekat pada daerah Simongan tersebut. Berjalannya waktu, gua itu lalu berubah menjadi Klenteng Sam Poo Kong sampai saat ini.
Walau menjadi tempat ibadah umat Tridharma, banyak umat Islam dan Kejawen yang masih sering datang untuk melakukan ziarah ke makam Ong Keng Hong.
Baca Juga: Ikat Kamera di Tubuh Elang, Pemandangan Menakjubkan Terekam
Jongkie menceritakan, sempat terjadi pergolakan saat gua kecil itu dikuasai oleh seorang taipan kaya keturunan Yahudi, bernama Johanes.
Sebab, banyak keturunan Tionghoa dan pribumi tak bisa leluasa beribadah karena dibatasi dan diminta membayar untuk masuk.
Lalu, seorang taipan kaya Tionghoa bernama Oei Tjie Sien berusaha menyelamatkan situasi dengan membeli lahan tersebut pada tahun 1930-an.
Oei Tjie Sien, merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, seorang Raja Gula Semarang yang sejarahnya menguasai pasar Asia dan Eropa pada zamannya.
Hingga kekinian, sejak klenteng dikuasai Oei Tjie Sien, dan mengalami berkali-kali renovasi, dia tidak pernah menghapus sejarah Cheng Ho dan awak kapalnya sebagai penjelajah muslim yang pertama membangun klenteng.
Kini, di tengah kawasan klenteng berdiri patung Laksamana Cheng Ho, di kelilingi bangunan klenteng dan pendopo. Banyak masyarakat bermacam etnis berbaur bersama untuk berwisata sejarah.
Selama perayaan Imlek 2019 ini, aneka kegiatan digelar di pelataran Klenteng Sam Poo Kong, dari bazar kuliner, lomba kreasi tumpeng, keroncong, barongsai, costplay, dan reog.
Puncak acara digelar hari ini, Selasa (5/2/2019), dengan pertunjukan tari Gambang Semarang, barongsai Nacha Dharma, Riana Dancer, penandatanganan lukisan, serta peluncuran Go pay Sam Poo Kong.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, mengatakan ingin kembali menghidupkan semangat pluralisme yang ada di Sam Poo Kong.
Karenanya, Ganjar meminta kepada pengelola klenteng untuk menyiapkan satu tempat untuk dibangun masjid.
"Laksamana Cheng Ho seorang muslim, semangat pluralisme tinggi akan terwujud dan pengunjung mengetahui sejarah perjalanan Cheng Ho dan pembangunan klenteng. Dengan begitu, masyarakat akan mendapatkan pengalaman yang hebat, terutama soal Bhinneka Tunggal Ika," kata Ganjar, saat menghadiri perayaan Imlek di Klenteng Sam Poo Kong, Selasa (5/2/2019) siang.
Selain itu, Ganjar juga meminta pengelola menambah suvenir dan kuliner berharga murah. Ganjar juga meminta mereka turut menjaga dan merawat Sam Poo Kong, agar kerukunan dan kemakmuran dapat tercapai.
"Jika Imlek itu biasanya hujan sebagai harapan kesuburan dan ketenangan, kita berharap nanti saja, dan jangan deras-deras, biar tidak banjir," ujar Ganjar.
Kontributor : Adam Iyasa