Suara.com - Sebagian besar penduduk negara-negara Barat yang mayoritas beragama Kristen berpendapat bahwa nilai-nilai pokok dalam masyarakat mereka akan bertabrakan dengan nilai-nilai utama Islam, demikian ditemukan sebuah survei terbaru yang dilansir The Guardian.
Sebaliknya di semakin sedikit penduduk di Timur Tengah dan Afrika Utara yang menganggap nilai-nilai Kekristenan akan bertentangan dengan prinsip-prinsip hidup yang mereka pegang.
Hampir setengah dari mereka yang terlibat dalam survei itu Prancis dan Jerman, dan nyaris sepertiga di Amerika Serikat dan Inggris yang menganggap ada pertentangan antara nilai-nilai Islam dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat mereka.
Sementara sekitar 25 persen penduduk Arab Saudi dan 22 persen warga Aljazair yang menilai bahwa nilai-nilai dalam masyarakat mereka pegang akan bertentangan dengan Kekristenan. Tetapi di Uni Emirat Arab angka itu turun menjadi 13 persen dan hanya 7 persen di Mesir.
Survei itu digelar oleh YouGov dan dipesan oleh Muslim Council of Elders, sebuah organisasi muslim internasional yang berbasis di Uni Emirat Arab. Survei itu juga digelar bertepatan dengan kunjungan Paus Fransiskus ke Abu Dhabi pada Minggu (3/2/2019).
Kunjugan Paus Fransiskus ke Uni Emirat Arab merupakan lawatan pertama seorang pemimpin Gereja Katolik ke Semenanjung Arab dalam sejarah. Para pejuang kebebasan beragama berharap kunjungan itu bisa menyampaikan pesan dan mendorong penduduk Timur Tengah hidup berdampingan dalam damai.
Menurut Vatikan, jumlah penduduk beragama Kristen di Timur Tengah telah turun menjadi sekitar 4 persen dari total populasi dari sekitar 20 persen sebelum Perang Dunia I.
"Kunjungan Paus akan mengirim sinyal kuat ke seluruh kawasan Timur Tengah dan dunia: (bahwa) orang dari kepercayaan berbeda bisa hidup, bekerja, dan beribadah bersama-sama," kata Yousef Al Otaiba, Duta Besar Uni Emirat Arab untuk Amerika Serikat.
"Tidak semua orang akan menerima pesan damai tersebut. Di Timur Tengah kami menghadapi ancaman ekstremisme... Mengabaikan ancaman itu atau sikap berpuas diri akan sangat berbahaya dan hanya akan mendorong lingkaran kekerasan sektarian yang telah mencengkeram kawasan ini selama lebih dari satu generasi," tutup Otaiba memperingatkan. (The Guardian)