Pemuda Ini Tuntut Ayah dan Ibu ke Pengadilan karena Melahirkannya

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 01 Februari 2019 | 15:09 WIB
Pemuda Ini Tuntut Ayah dan Ibu ke Pengadilan karena Melahirkannya
Raphael Samuel, pemuda berusia 27 tahun di Mumbai, India, telah berketapan hati untuk menyeret kedua orangtuanya ke pengadilan karena hal yang dianggapnya menyalahi aturan: melahirkan dirinya tanpa persetujuannya. [Facebook]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sekelompok orang yang menamakan diri sebagai suku Anak Bebas, tengah naik daun di India. Mereka memercayai memunyai hak untuk tak dilahirkan. Sebab, anak-anak tak boleh menderita di dunia dan cara terbaik buat meredakan konflik di Bumi.

Raphael Samuel, pemuda berusia 27 tahun di Mumbai, India, telah berketapan hati untuk menyeret kedua orangtuanya ke pengadilan karena hal yang dianggapnya menyalahi aturan: melahirkan dirinya tanpa persetujuannya.

"Saya mencintai ibu dan ayah. Kami juga memunyai hubungan yang hebat. Tapi, mereka memiliki saya untuk kegembiraan dan kesenangannya saja. Sementara saya, sebenarnya tak mau dilahirkan di dunia,” tutur Samuel kepada The Print, Kamis (31/1/2019).

Ia menuturkan, memunyai tujuan yang baik saat memutuskan menuntut kedua orangtuanya ke pengadilan karena telah melahirkan dirinya.

Baca Juga: Bisa Suburkan Seks Bebas, PKS Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

“Saya ingin memberi tahu ke semua anak-anak di India, bahwa mereka tak berutang apa pun kepada orang tua. Kita lahir di dunia bukan atas persetujuan diri sendiri, tapi untuk kesenangan orang tua belaka.”

Samuel menuturkan, hidupnya terbilang luar biasa. Namun, ia tak memahami kenapa dia di dunia harus menjalani kehidupan penuh pergolakan di sekolah, atau bersusah payah membangun karier.

“Padahal saya tak meminta semua itu saat dilahirkan oleh ibu. Artinya, ini adalah kesalahan,” tudingnya.

Anti-Natalisme

Samuel dan teman-temannya yang membentuk suku Anak Bebas, menamakan keyakinan mereka sebagai Anti-Natalisme.

Baca Juga: Ketika Vanessa Angel Didukung Puluhan Emak-emak

Keyakinan itu terdengar  dramatis. Anti-natalis seperti Samuel, tidak memiliki disposisi negatif terhadap anak-anak atau kehidupan.

Tapi, mereka hanya memercayai bahwa bila seorang anak belum setuju untuk dilahirkan—dan dengan demikian menjadi subyek kesulitan hidup—maka seseorang (orangtua) tidak memiliki hak untuk melahirkannya.

"Orang-orang India lainnya harus tahu, bahwa tidak memiliki anak adalah pilihan. Sementara anak-anak yang sudah dilahirkan berhak menuntut orangtua sebuah jawaban pertanyaan mengapa kalian melahirkanku,” kata Samuel.

Gerakan Sukarela Kepunahan Manusia

Samuel adalah bagian dari suku pendukung Anak Bebas, yang tengah berkembang pesat di India. Terkadang, mereka menyebut kelompoknya sebagai Gerakan Sukarela Kepunahan Manusia atau Efilis—prinsip bahwa anak-anak tak boleh dibawa ke dunia.

Kelompok ini di India bercita-cita bisa membuat struktur hingga ke tingkat nasional. Oleh para kritikus, mereka disebut sebagai gerakan ‘setop membuat bayi’.

Aktivis beken kelompok ini adalah Pratima Naik, seorang lulusan teknik yang berbasis di Bengaluru. Seperti Samuel, Naik masih muda, 28 tahun, dan berkomitmen untuk tidak pernah memiliki anak.

"Ini adalah gerakan yang sepenuhnya sukarela, tanpa kekerasan," kata Naik. "Kami tidak ingin memaksakan kepercayaan kami kepada siapa pun, tetapi lebih banyak orang perlu mempertimbangkan mengapa memiliki anak di dunia saat ini tidak benar."

Naik mengatakan, ada banyak alasan untuk bergabung untuk tidak menyerah pada tekanan masyarakat untuk bereproduksi.

“Dengan banyaknya bayi yang dilahirkan, Bumi semakin tegang. Hampir tak ada jaminan anak-anak dilahirkan sudah langsung bahagia. Contohnya saja, ada banyak anak yang membutuhkan diadopsi. Seharusnya, anak-anak yang tak memunyai orangtua ini dibahagiakan lebih dulu, bukan melahirkan bayi-bayi baru.”

Ia menjelaskan, kaum muda di perkotaan India kekinian sebenarnya telah banyak yang memutuskan untuk tak menikah atau tidak memiliki anak.

Namun, setiap kaum muda yang memilih seperti itu selalu distigma oleh masyarakat karena masih kuatnya budaya feodal.

“Karenanya, gerakan kami ada untuk meringankan beban mereka dari semua stigma tersebut,” kata Naik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI