Suara.com - "Yang muda mabuk, yang tua korup. Yang muda mabuk, yang tua korup. Korup terus, mabuk terus. Jayalah negeri ini, jayalah negeri ini. Merdeka!"
GEMPURAN distorsi kasar bertempo cepat mengiringi suara serak cenderung fals vokalis Ahmad Band, yang menggeber lirik lagu berjudul Distorsi itu pada tahun1998. Kala itu, gelombang reformasi menumbangkan Orde Baru Soeharto tengah pasang naik.
Ahmad Dhani, yang bernama lengkap Dhani Ahmad Prasetyo, adalah vokalis band tersebut. Ia memakai jas ala Bung Karno dalam klip video lagu tersebut, yang dibuat khusus untuk menyambut era baru politik Indonesia: bebas diskriminasi SARA, korupsi, kolusi, serta nepotisme kroni Soeharto.
Tapi, yang terjadi setelah dua dekade kemunculan lagu heroik tersebut, adalah sebaliknya. Ahmad Dhani divonis penjara selama 1,5 tahun gara-gara aktivitas politiknya. Dia dihukum karena dianggap menyebar ujaran kebencian terkait SARA oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019).
Baca Juga: Pembunuhan Berbalas Remisi Presiden, Bagaimana Jurnalis Prabangsa Dibantai
Dhani sebenarnya bukan anak ingusan sebagai musikus cum politikus. Di bawah panji Ahmad Band, pentolan Dewa 19 itu terlibat dalam perlawanan politik via musik.
Ahmad Band merupakan alter ego alias proyek sampingan dari Ahmad Dhani di luar Dewa 19. Siapa nyana, justru Ahmad Band yang hanya memiliki satu album: Ideologi Sikap Otak—justru digadang-gadang merupakan puncak kejeniusan seorang Ahmad Dhani.
Dia maju sebagai vokalis. Suaranya memang tidak setrengginas Ari Lasso di Dewa 19, tapi cukup lantang ketika meneriakkan lirik-lirik berbau protes ke penguasa Soeharto.
Kala itu, Ahmad Band merupakan salah satu super grup era 1990-an. Sebab, personelnya merupakan comotan dari grup-grup yang tengah naik daun pada zaman tersebut.
Baca Juga: Jurnalis Dibunuh, Prabangsa Dilarung ke Laut karena Tiga Berita
Ahmad Dhani (vokalis, kibordis) dan Andra Ramadhan (gitaris), merupakan dua pentolan dari band Dewa 19. Ada pula Bimo (drumer) yang merupakan penggebuk drum grup Netral—yang kala itu beraliran grunge-punk.
Lalu ada juga Pay (gitaris) dan Bongky (bassis). Dua nama ini merupakan personel yang dikeluarkan dari Slank dan memiliki musikalitas gemilang.
Perlawanan Dhani
Ahmad Band dan Dewa 19 bagaikan dua sisi mata uang. Alirannya berbeda, lebih kental unsur rock grunge. Sementara Dewa 19 lebih beraliran pop-rock.
Dhani sendiri, tampil bak ronin pada band tersebut. Ronin adalah samurai yang tak terikat pada satu pun tuan tapi terus melakukan perlawanan atas nama mencari kebenaran.
Berdasarkan lirik-liriknya, Ahmad Dhani seolah meletupkan protesnya terhadap pemerintah.
Bisa dibilang juga, Ahmad Band merupakan medium bagi Ahmad Dhani untuk meluapkan idelismenya yang selama ini terbelenggu di Dewa 19.
Lagu-lagu dalam album Ahmad Band didominasi oleh suara gitar elektrik dengan distorsi dan bas. Beda dengan di Dewa 19 yang masih terdengar suara keyboard yang cukup kental.
Salah satunya jeritan perlawanan Ahmad Dhani termaktub dalam lirik lagu Distorsi, nomor pertama di album Ideologi Sikap Otak.
Dengan bahasa yang vulgar dan menohok, Ahmad Dhani mengkritik penguasa saat itu yang ingkar janji. Janjinya sih memberantas kemiskinan, tapi ternyata menguras uang rakyat.
"Maunya selalu memberantas kemiskinan. Tapi ada yang selalu kuras uang Rakyat. Ada yang sok aksi buka mulut protas protes. Tapi sayang mulutnya selalu beraroma alkohol."
Ahmad Dhani secara sarkastis menyindir penguasa yang korupsi. Ditohok pula orang yang mencoba sadarkan penguasa, tapi setali tiga uang dengan yang disadarkan.
"Maunya selalu menegakkan keadilan tapi masih saja ada sisa hukum rimba. Ada yang coba-coba sadarkan penguasa, tapi sayang yang coba sadarkan, sadar aja nggak pernah."
Dia terus menyindir dengan meneriakkan: 'Jayalah negeri ini, jayalah negeri ini. Merdeka!'
Salah satu lagu yang menurut saya sangat lantang dan vulgar merupakan track pamungkas di album ini: Ode buat Extrimist.
Dengan distorsi gitar dan pukulan drum yang garang, lagu ini dikomposisi sangat apik oleh Ahmad Dhani. Apalagi ditambah dengan partisipasi Bagus Netral yang menyumbangkan vokal garangnya.
Dalam lagu ini, tampak Ahmad Dhani ingin menyindir demonstran-demonstran yang menggelar aksi massa namun tak mengerti yang diteriakkan. Singkat kata demonstran bayaran.
Secara vulgar, Ahmad Dhani menyebut mereka sebagai 'Arak-arakan, pawai idiot dengan baju warna-warna'. Dhani mengingatkan bahwa mereka bukan boneka yang ditipu boneka.
"Itu namanya kriminalitas. Bukan politik bukan taktik. Akhirnya jadi bahan lelucon yang tak lucu dan tak cerdik."
Nukilan lirik ini dinyanyikan secara repetitif di lagu tersebut. Seolah meramalkan nasib Ahmad Dhani yang kini terjun ke dunia politik.
Pun lagu protes yang cukup menohok di album Ideologi Sikap Otak merupakan track 'Impotent'.
Dengan mengutip sedikit sampel drum dari 'Song 2' milik Blur, lagu ini bertempo cepat. Sama seperti lagu lain, distorsi gitar masih mendominasi.
Pada Lagu ini, Ahmad Dhani tidak seperti menyanyi, melainkan berorasi. Ya, banyak orasi yang dilantangkan Ahmad Dhani di album ini.
Ahmad Dhani dalam lagu ini meneriakkan belenggu yang dipasangkan oleh penguasa. Alhasil, publik hidup diliputi rasa takut.
"Apa arti damai, bila takut terkubur. Apa arti damai, bila semuanya membisu."
Lewat lagu ini, Ahmad Dhani merangsang publik untuk membebaskan imajinasi serta melepaskan ketakutan yang membelenggu.
"Bebaskan imajinasimu, cermatilah suasananya, resap isinya penetrasi, singkirkan semua kebodohan."
Namun umur Ahmad Band hanya seumur jagung. Band 'gila' itu bubar di tahun 2000. Di tahun itu pula, Dewa 19 kembali dari hiatus dengan menanggalkan angka 19 di belakang namanya.
Ke Tengah Panggung Politik
Setelah Ahmad Band bubar, dan Dhani kembali disibukkan oleh grup asalnya yang justru mengalami kebangkitan kedua setelah mengganti Ari Lasso, tak berarti kiprahnya dalam politik ikut pensiun.
Pada awal-awal era reformasi, Dhani dikenal sebagai pengagum sekaligus pengikut Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
“Kalau saya diminta Gus Dur bermusik untuk kampanyenya, saya tak bisa menolak. Saya ini tak bisa mengatakan tidak kalau sudah diminta Gus Dur,” tutur Dhani tatkala Gus Dur masih memimpin PKB.
Tatkala Gus Dur ”dijatuhkan” dari kursi kepresidenan, Ahmad Dhani juga marah. Amarahnya masih tersimpan hingga kekinian.
Saat Dhani berkonfrontasi dengan Barisan Serba Guna Nahdlatul Ulama, karena hendak mengikuti acara 2019 Ganti Presiden di Surabaya, ia mengungkit sikap organisasi tersebut saat marak aksi massa menuntut Gus Dur lengser.
"Ketika Gus Dur diturunkan secara inkonstitusional, Banser tak bergerak, diam saja kok," kata Dhani kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/8).
Setelah Gus Dur tiada, Ahmad Dhani kembali menjadi ronin. Tak lama, dia berhasil mendapatkan pengganti patronnya. Dhani secara politik memilih dekat dengan lingkaran Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Sewaktu Pilpres 2014, Dhani secara terang-terangan menyatakan dukungan kepada Prabowo yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa sebagai capres-cawapres melawan Jokowi – Jusuf Kalla.
Dhani menggelar kampanye secara langsung maupun media sosial. Ia juga membaut lagu dan video berjudul Indonesia Bangkit.
Namun, lagu tersebut tak melegenda atau bahkan terlupakan begitu saja. Satu-satunya yang sempat menggegerkan publik soal lagu itu hanyalah dandanan Dhani yang dianggap memakai seragam Nazi Jerman.
Selang setahun, persisnya Maret 2015, Dhani sempat disebut-sebut sebagai kandidat terkuat Partai Gerindra untuk diusung menjadi Calon Wali Kota Surabaya.
Tapi, warga Surabaya tampak sudah benar-benar cinta mati kepada Tri Rismaharini. Dhani urung dicalonkan oleh Gerindra.
Jejak politik Dhani lantas beranjak maju pada gelaran Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Dhani dikenal sejak lama tak menyukai sosok Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan cagub petahana.
Ketika foto putra sulungnya dijadikan meme untuk kepentingan kampanye Ahok, Dhani murka. Sebab, pada meme tersebut, mencatut foto Al Ghazali memegang tulisan ”Saya Anak Ahmad Dhani. Saya pilih Ahok.”
Setelahnya, Al Ghazali—putra tertuanya—sampai-sampai mengunggah foto memegang kertas bertuliskan ”Nama saya Al Ghazali, tidak mungkin pilih Ahok,” senin 14 Maret.
Ketika nama-nama peserta Pilkada DKI Jakarta masih berupa rumor, Dhani sempat disebut-sebut akan meramaikan pertarungan.
Namun, karena alasan tak punya modal cukup, Dhani menegaskan mundur dari bursa cagub DKI.
“Jadi gini ya, variabel untuk jadi calon gubernur itu tidak hanya popularitas dan elaktibilitas saja. Ternyata ada yang belum saya punya selain elektabilitas dan popularitas itu, Ya itu tuh, 'isi tas',” tuturnya kala itu.
Tapi, ambisi Dhani untuk menjadi kepala daerah benar-benar terjadi ketika dideklarasikan Partai Gerindra menajdi Calon Wakil Bupati Bekasi pada Pilkada 2017.
Ia dipasangkan dengan dengan calon Bupati Bekasi Sa’adudin dari Partai Keadilan Sejahtera. Namun, pasangan itu kalah.
Untuk Pemilu 2019, Ahmad Dhani sebenarnya terdaftar sebagai Caleg DPR RI dari Dapil Jatim I Partai Gerindra.
Namun kekinian, ia berada dalam sel tahanan atas perintah hakim setelah divonis 1,5 bulan penjara karena kasus ujaran kebencian.
KPU memastikan, Dhani tetap berstatus caleg sampai ada putusan hukum berkekuatan tetap mengenai perkaranya.
Ia sendirian berada dalam sel tahanan dengan segala idealisme—terlepas dari benar atau tidak—tetap dihidupinya, seperti seorang ronin.